Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua MPR Desak Polri Usut Polemik "Curhat" Freddy Budiman

Kompas.com - 31/07/2016, 23:06 WIB

KUPANG, KOMPAS - Ketua MPR Zulkifli Hasan mendesak Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, segera mengusut tuntas polemik keterlibatan sejumlah penegak hukum dalam mafia perdagangan narkoba.

Dugaan adanya oknum aparat dalam peredaran narkotika diungkap Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar yang mengaku menyampaikan cerita terpidana mati yang sudah dieksekusi Freddy Budiman.

"Ini penting untuk kepentingan penegakan hukum, kepastian hukum dan keadilan bagi pribadi maupun institusi yang ada," kata Hasan, kepada wartawan di Kupang, Minggu (31/7/2016).

Zulkifli berada di Kota Kupang, NTT, untuk melantik Dewan Pimpinan Wilayah Partai Amanat Nasional provinsi seribu pulau itu.

Menurut dia, informasi yang beredar saat ini tentunya membutuhkan langkah lanjutan sebagai bagian dari pembuktian yang lebih memadai. Dan karena itu dibutuhkan ketegasan aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian untuk melakukannya.

MPR, kata dia, secara kelembagaan akan memanggil Tito terkait hal itu.

Dia mengatakan, kejahatan narkoba telah menjadi salah satu kejahatan prioritas untuk dihilangkan.

Karena itu, dalam konteks polemik yang disenandungkan KontraS ini, patut dicarikan pembuktiannya, sehingga memberikan kepastian hukum bagi institusi yang disebut-sebut terlibat dalam perdagangan barang haram yang mematikan itu.

Sementara itu, Tito mengaku telah memerintahkan Kadiv Humas Kepolisian Indonesia, Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar, menemui dan mengonfirmasi informasi Koordinator KontraS, Haris Azhar, itu.

Menurut dia, informasi Azhar yang beredar melalui media sosial tersebut belum jelas kebenarannya.

Cerita Freddy

Diberitakan, Koordinator Kontras Haris Azhar mendapatkan kesaksian dari Freddy Budiman terkait adanya keterlibatan oknum pejabat Badan Narkotika Nasional, Polri, dan Bea Cukai dalam peredaran narkoba yang dilakukannya.

Kesaksian Freddy, menurut Haris, didapat pada masa kesibukan memberikan pendidikan HAM kepada masyarakat pada masa kampanye Pilpres 2014.

Haris memperoleh undangan dari salah satu organisasi gereja yang aktif memberikan pendampingan rohani di Lapas Nusakambangan.

Dalam kesempatan itu, Haris antara lain bertemu dengan John Refra alias John Kei. Ia juga sempat bertemu dengan Rodrigo Gularte, terpidana mati gelombang kedua, April 2015.

(Baca: Kontras Ungkap "Curhat" Freddy Budiman soal Keterlibatan Oknum Polri dan BNN)

Menurut Haris, Freddy bercerita bahwa ia hanyalah sebagai operator penyelundupan narkoba skala besar. Saat hendak mengimpor narkoba, Freddy menghubungi berbagai pihak untuk mengatur kedatangan narkoba dari China.

"Kalau saya mau selundupkan narkoba, saya acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai, dan orang yang saya hubungi itu semuanya titip harga," kata Haris mengulangi cerita Freddy, di Kontras, Jakarta, Jumat (29/7/2016).

Freddy bercerita kepada Haris, harga narkoba yang dibeli dari China seharga Rp 5.000. Sehingga, ia tidak menolak jika ada yang menitipkan harga atau mengambil keuntungan penjualan Freddy.

Oknum aparat disebut meminta keuntungan kepada Freddy dari Rp 10.000 hingga Rp 30.000 per butir.

Kompas TV Kontras: Saya Punya Kesaksian Langsung dari Freddy (Bag 1)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com