Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wakil Ketua KPK: Indonesia Akan Aneh Sendiri jika Tak Penjarakan Koruptor

Kompas.com - 27/07/2016, 09:30 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif tidak setuju dengan adanya wacana koruptor tidak dipenjara. Menurut Syarif, efek jera terhadap para koruptor akan berkurang jika tidak dipenjara.

"Tidak setuju dengan wacana tersebut. Orangnya harus dipenjara, asetnya dirampas jika dari hasil korupsi. Di samping itu, efek jeranya akan berkurang jika hanya pengembalian kerugian negara, juga akan mengaburkan batas pidana dan perdata," kata Syarif melalui pesan singkat, Selasa (26/7/2016).

Menurut Syarif, di negara mana pun, semua hukuman bagi tindak pidana korupsi itu adalah penjara, denda, ganti rugi, dan mengembalikan uang hasil korupsi.

(Baca: Menko Polhukam: Pemerintah Kaji Kebijakan Tidak Penjarakan Koruptor)

Jika ingin fokus pada pengembalian uang negara, menurut Syarif, hal tersebut dapat dijangkau dengan pasal pencucian uang.

"Indonesia akan aneh sendiri kalau wacana itu jadi kebijakan nasional," kata Syarif.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, saat ini pemerintah sedang mengkaji kebijakan mengenai bentuk hukuman bagi koruptor berupa pengembalian negara, penjatuhan penalti dan pemecatan dari jabatan.

Menurut Luhut, terkait rancangan kebijakan tersebut, Presiden Joko Widodo bersama Kemenko Polhukam dan Kemenkumham telah membentuk tim pengkaji. Dengan adanya hukuman alternatif, pemerintah bisa menyampingkan hukuman pidana penjara.

(Baca: Survei CSIS: Publik Ingin Lebih Banyak Koruptor Dijerat dan Dihukum Lebih Berat)

Kebijakan ini dilatar belakangi asumsi bahwa koruptor tidak merasakan efek jera saat dipenjara.

"Kalau koruptor terbukti merugikan negara, kita bisa hukum dengan mengembalikan uang negara, ditambah penalti, dan pemecatan dari jabatannya. Kalau masuk penjara, maka penjara kita bisa penuh nanti," ujar Luhut di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa.

Selain itu, pertimbangan lain untuk tidak memenjarakan koruptor karena kondisi sel di Indonesia yang sudah tidak memadai untuk menerima tambahan narapidana dalam jumlah banyak.

Pemerintah, kata Luhut, juga sedang membandingkan praktik hukuman alternatif yang digunakan sejumlah negara lain terhadap para pelaku tindak pidana korupsi.

Kompas TV Bareskrim-KPK Perkuat Sinergi Berantas Korupsi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com