Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Jokowi, Eksekusi Mati Harus Dilaksanakan untuk Kepastian Hukum

Kompas.com - 26/07/2016, 15:03 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menegaskan, eksekusi mati perlu dilakukan untuk memberikan kepastian hukum. Hukum positif di Indonesia masih menganut hukuman mati.

Oleh karena itu, selama sudah diputus pengadilan dan grasi telah ditolak, eksekusi dapat dijalankan.

Pernyataan Presiden tersebut diungkapkan kepada Kompas saat ditanya mengenai posisi pemerintah terkait hukuman mati, Senin (25/7), di Jakarta.

"Jika pengadilan telah memutuskan dan sudah ada upaya hukum yang dilalui, untuk memberi kepastian hukum, itu harus dilaksanakan," kata Presiden.

Kejaksaan Agung dalam waktu dekat akan melaksanakan eksekusi tahap III untuk terpidana mati kasus narkoba.

Enam terpidana mati telah dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, sejak April lalu. Selama ini, Nusakambangan menjadi tempat eksekusi.

Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi SP mengatakan, Presiden tak dapat mengintervensi putusan pengadilan soal hukuman mati.

Mengenai apakah eksekusi dilaksanakan atau tidak, Johan mengatakan, hukuman mati baru tidak bisa diterapkan jika sudah tidak tercantum dalam hukum positif Indonesia.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman meminta pemerintah tidak mengobral eksekusi mati, apalagi memanfaatkannya untuk membangun popularitas politik atau menunjukkan kepada publik bahwa pemerintah memiliki sikap yang tegas.

"Hukuman mati memang bagian dari sistem hukum nasional. Namun, Presiden sebagai simbol nurani bangsa, dengan kewenangan yang dimilikinya, haruslah selektif," ujar Benny.

Ia pun meminta pemerintah selektif dalam mengeksekusi sebab bukan tak mungkin ada kesalahan dalam menghukum seseorang.

Benny dan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, bahkan mendorong Presiden agar membentuk tim khusus menyelidiki kembali vonis-vonis hukuman mati.

Sejak kemarin, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) memberlakukan larangan berkunjung bagi pembesuk narapidana di semua LP di Nusakambangan.

Kepala Divisi Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Kantor Wilayah Jateng Molyanto mengatakan, larangan berkunjung itu ditetapkan hingga batas waktu yang belum ditentukan.

"Seluruh LP di Nusakambangan tidak boleh dikunjungi terkait dengan hal khusus," ujarnya tanpa merinci hal khusus yang dimaksud.

Saat disinggung apakah larangan itu terkait rencana eksekusi, Molyanto tak memberi jawaban pasti. Ia hanya menyebut bahwa eksekusi mati merupakan ranah kejaksaan.

Menurut catatan Kompas, pada 2015 penghentian kunjungan keluarga narapidana yang menghuni LP di Nusakambangan selalu dilakukan setiap menjelang pelaksanaan eksekusi mati.

Kemarin, petugas LP di Nusakambangan juga menjemput Zulfikar Ali (52), terpidana mati asal Pakistan, yang sejak pertengahan Mei dirawat di RSUD Cilacap karena menderita komplikasi hepatitis, bronkitis, dan lever.

Penjemputan dilakukan dengan pengawalan ketat Brimob Polda Jateng bersenjata lengkap. Zulfikar divonis mati terkait kepemilikan 300 gram heroin yang ditemukan Kepolisian Resor Bandara Soekarno-Hatta pada 2004.

Zulfikar dipindahkan ke LP Batu, Nusakambangan, sejak April 2016 setelah dipindahkan dari LP Cipinang, Jakarta. Minggu lalu, Merry Utami, terpidana mati yang semula menghuni LP Wanita Tangerang, Banten, juga dipindahkan ke LP Besi, Nusakambangan.

Sementara itu, dua terpidana mati yang kini menghuni LP Pasir Putih, Nusakambangan, A Yam dan A Heng (keduanya WNI), kembali mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

Pengacara kedua terpidana mati itu, Edwin Napitupulu, mengatakan, PK ini merupakan PK kedua yang diajukan kliennya. PK diajukan melalui Pengadilan Negeri Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Keduanya divonis terkait kepemilikan pabrik ekstasi dan sabu di Karimun, Kepulauan Riau. (GRE/APA/BDM/HAR/HAM/SON/NTA/NDY/HEI)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Geng Motor Nekat Masuk 'Kandang Tentara' di Halim, Kena Gebuk Tentara Lalu Diringkus Polisi

Geng Motor Nekat Masuk 'Kandang Tentara' di Halim, Kena Gebuk Tentara Lalu Diringkus Polisi

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat hingga 16 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com