JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti mengatakan, Partai Amanat Nasional dan Partai Golkar tidak dapat langsung mendapatkan posisi penting di pemerintahan bila perombakan kabinet terjadi.
Menurut Ikrar, keduanya tidak perlu diberi banyak kursi di Kabinet Kerja oleh Presiden Joko Widodo.
"PAN itu dikasih satu saja. Kan dia fraksi terkecil di DPR. Golkar dikasih satu saja cukup. Dia sudah dapat dua kursi penting di kabinet. Satu Wakil Presiden (Jusuf Kalla) dan Menko Polhukam (Luhut Binsar Panjaitan)," kata Ikrar saat dihubungi Kompas.com, Selasa (26/7/2016).
(baca: Para Menteri Diminta Jokowi Tetap Ada di Jakarta, "Reshuffle" Sudah Dekat?)
Menurut Ikrar, jika Golkar mendapat lebih dari satu kursi menteri, maka akan menimbulkan amarah dari partai yang sejak semula mendukung pemerintah. Salah satunya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
"PKB itu selalu bicara mengenai loyalitas karena itu memang senjata PKB," ucap Ikrar.
Ikrar menilai, PKB akan merasa kesal bila kadernya terkena reshuffle. Terlebih bila partai yang baru saja mendukung pemeritah mendapat porsi lebih banyak di kabinet.
(baca: Ini Komentar Jokowi soal Kepuasan Masyarakat yang Meningkat terhadap Pemerintah)
"PKB merasa, 'lah kami yang mendukung dari awal, kita yang berjuang dari awal cuma dikasih segitu'. Kemudian ada partai baru masuk dapat tambahan yang banyak, apalagi kalau nanti ngambil posisi PKB, terang saja PKB ngamuk," tutur Ikrar.
Wacana reshuffle kabinet kembali muncul setelah PAN dan Golkar menyatakan bergabung dalam koalisi pemerintahan.
Namun, Presiden hingga saat ini enggan memastikan ada atau tidaknya reshuffle kabinet. Ia hanya memastikan evaluasi kerja para menteri selalu dia lakukan.
(baca: Jokowi Pakai Penilaian Masyarakat untuk Evaluasi Menteri)
Presiden mengaku bahwa penilaian masyarakat menjadi bahan masukan baginya untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja para menterinya.
Bagi Jokowi, penilaian masyarakat penting karena mereka yang merasakan kerja pemerintah.