Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Ada Kecenderungan Vonis terhadap Koruptor Semakin Ringan

Kompas.com - 23/07/2016, 16:53 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan bahwa secara umum, vonis untuk koruptor yang diputuskan pengadilan mengkhawatirkan dan cenderung semakin ringan.

Data vonis korupsi semester satu tahun 2016 menunjukan, dari total 384 terdakwa, 275 atau 71,6 persen di antaranya mendapatkan vonis ringan, yaitu satu sampai empat tahun penjara. Sedangkan 46 terdakwa divonis bebas, 37 terdakwa divonis sedang, 7 divonis berat, dan 19 lainnya tak teridentifikasi.

"Dapat dikatakan belum menjerakan dan belum berpihak terhadap semangat pemberantasan korupsi yang berupaya menghukum koruptor dengan seberat-beratnya," kata Peneliti ICW Aradila Caesar di Kantor ICW di Kalibata, Jakarta Selatan, Sabtu (23/7/2016).

Tren vonis ringan terjadi dalam lima tahun terakhir. Pada 2012 tercatat pengadilan menjatuhkan vonis ringan terhadap 99 terdakwa, tahun 2013 sebanyak 93 terdakwa, 2014 ada 195 terdakwa, dan 2015 sebanyak 163 terdakwa.

ICW mencatat, rata-rata putusan pidana penjara bagi koruptor pada 2013 yaitu 2 tahun 11 bulan, tahun 2014 angka rata-ratanya menjadi 2 tahun 8 bulan, tahun 2015 turun lagi 2 tahun 2 bulan, dan semester I tahun 2016 menjadi 2 tahun 1 bulan.

Aradila menambahkan, ada rentang hukuman ancaman pidana maksimum-minimum pada Pasal 2, Pasal 3 dan pasal-pasal lain di Undang-Undang Tipikor yang tidak digunakan hakim. Seringkali, tambah dia, hakim atau jaksa tidak punya standar yang jelas dalam melakukan penuntutan dan memvonis seseorang.

"Apa ukuran seseorang dijatuhi hukuman dua tahun, satu tahun juga tidak jelas. Ada ketidaksamaan pandangan di situ. Apakah harus divonis seberat-beratnya? Tampaknya pengadilan tidak punya pandangan seperti itu. Pandangan yang bisa dibaca adalah pengadilan ingin memvonis seringan-ringannya terhadap terdakwa kasus korupsi," kata Aradila.

Putusan ringan dinilai tidak akan menjerakan terdakwa apalagi mereka masih akan mungkin untuk mendaparkan remisi atau pembebasan bersyarat.

Peneliti ICW lainnya, Lalola Easter, mengkhawatirkan hal tersebut dapat mengakibatkan seorang terdakwa dapat menjalankan hukumannya tidak sampai setengah vonis hakim. Dalam setahun, remisi bisa didapatkan lebih dari sekali. Misalnya pada Hari Raya Lebaran dan hari kemerdekaan.

"Diharapkan adanya batas pemberian remisi hanya pada justice collaborator, sehingga perkara korupsi pun bisa terungkap lebih cepat," kata dia.

ICW telah melakukan pemantauan pada Januari hingga Juni 2016 terhadap 325 perkara korupsi dengan 384 terdakwa yang telah diperiksa dan diputus oleh pengadilan, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali (PK).

Perkara yang dipantau berasal dari Pengadilan Tipikor (243 perkara), Pengadilan Tinggi (67 perkara), dan Mahkamah Agung baik kasasi maupun PK (15 perkara).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com