Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas Temukan Pelanggaran HAM pada Penggerebekan Asrama Papua

Kompas.com - 22/07/2016, 18:21 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham) menemukan adanya dugaan pelanggaran HAM saat polisi menggerebek asrama mahasiswa Papua Kamasan I beberapa waktu lalu.

Wakil ketua Komnas HAM Ansori Sinungan mengatakan, temuan delapan pelanggaran ini didapat setelah meminta keterangan dari sejumlah pihak, di antaranya LBH Yogyakarta, mahasiswa Papua selaku pihak korban, Gubernur DI Yogyakarta, dan Kapolda DI Yogyakarta yang didampingi Kapolresta Yogyakarta dan jajarannya.

Selain itu, juga data, fakta, dan informasi yang diperoleh dari mitra-mitra Komnas HAM di lapangan.

Adapun delapan pelanggaran tersebut yakni:

Pertama, terjadi pembatasan kebebasan berekspresi dan berpendapat. Padahal kebebasan berkekspresi dan berpendapat diatur Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik, dan UU No. 9 Tahun 2008 tentang kemerdekaan menyatakan pendapat di depan umum.

Kedua, adanya tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum polisi terhadap mahasiswa Papua di luar lingkungan asrama. Ansori mengatakan, tindakan penganiayaan dan penyiksaan secara sadar dan sengaja merupakan tindakan pelanggaran HAM.

Itu diatur UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No.12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik, dan UU No.5 Tahun 1998 tentang Rativikasi Konvensi Anti Penyiksaan.

(Baca: Wakil Ketua DPRP Kunjungi Asrama Mahasiswa Papua di Yogyakarta)

Ketiga, adanya tindakan ujaran kebencian (hate speech) berupa kekerasan verbal yang mengandung unsur rasisme.

Tindakan tersebut dilakukan oleh Anggota Ormas. "Saat peristiwa pengepungan ada kata-kata rasial," ujar Ansori di Kantor Komnas Ham, Jumat (22/7/2016).

Menurut Ansori, tindakan tersebut bertentangan dengan UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Keempat, terjadinya tindak intoleran oleh kelompok ormas. Kelompok tersebut datang ke depan asrama mahasiswa Papua lalu berorasi dan melakukan tindakan hate speech rasial.

"Kejadian ini disaksikan oleh aparat keamanan. Tidak adanya pencegahan atas kedatangan ormas yang berkumpul dan berorasi tanpa ijin di depan aparat keamanan merupakan suatu tindakan pembiaran," kata dia.

Atas hal tersebut, Komnas HAM menyatakan peristiwa ini sebagai suatu pelanggaran hak asasi manusia melalui tindakan pembiaran oleh aparat.Tindakan tersebut bertentangan dengan UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Kelima, Pemerintah Daerah Provinsi istimewa Yogyakarta belum memberikan jaminan kebebasan dan jaminan atas rasa aman bagi Mahasiswa Papua. Menurut dia, langkah-langkah kongkrit seperti Peraturan Daerah, Instruksi Gubernur, dan pernyataan-pernyataan untuk mencegah dan mengatasi tindakan rasisme terhadap warga Papua belum ada.

Padahal, dalam kurun waktu lima tahun terakhir telah terjadi stigma terhadap Mahasiswa Papua dan adanya Papua phobia di kalangan ormas dan masyarakat DIY.

Keenam, adanya fakta terjadinya penangkapan dan penahanan terhadap delapam mahasiswa Papua oleh Aparat Kepolisian. "Satu diantaranya ditetapkan sebagai tersangka," kata Ansori.Menurutnya, tindakan tersebut dilakukan tanpa menunjukkan dua alat bukti yang kuat.

Tindakan tersebut bertentangan dengan prinsip penegakan hukum yang berkeadilan dan non diskriminasi sebagaimana ketentuan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No.12 Tahun 2005 Tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik.

Ketujuh, adanya tindakan excessive use of power oleh Aparat Kepolisian. Ia menjelaskan, dalam peristiwa itu ada pengerahan jumlah aparat yang berlebihan.

"Penggunaan senjata dan tembakan gas air mata yang diarahkan ke dalam Asrama Mahasiswa," kata Ansori.

Kedelapan, terkait pernyataan Gubernur DIY tentang separatisme tidak boleh ada di Yogyakarta. Ia mengatakan, pernyataan tersebut sangat multi tafsir karena tidak ditujukan kepada individu yang melakukan separatisme, namun dapat dimaknai bahwa pernyataan tersebut ditujukan kepada orang Papua, khususnya yang sedang menjalani studi di Yogyakarta.

Menurut Ansori, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X harusnya memastikan adanya penghormatan terhadap HAM dan juga perlindungan terhadap warga negara.

"Sri Sultan Hamengku Buwono sebagai Raja Jawa bagi masyarakat DIY yang feodal dapat dicerna sebagai sebuah titah atau sabda Raja oleh Masyarakat Yogyakarta," kata Ansori.

Menurut dia, penyataan tersebut dikemudian hari dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan 25 ormas di DIY untuk melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan hak asasi manusia.

Ansori mengatakan, Komnas HAM akan merekomendasikan Pemerintah Pusat, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pemprov Yogyakarta dan pihak lain yang terkait, untuk melakukan tindakan hukum dan langkah pencegahan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(Baca: Kapolres: Yogyakarta Aman, Masyarakat Jangan Percaya "Broadcast Message")

Hal ini menjadi kewenangan Komnas HAM sebagai Lembaga Negara yang bertugas menjalankan fungsi pengawasan terhadap pemajuan dan Penegakan Ham sebagaimana dimandatkan oleh UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Penggerebekan Asrama Mahasiswa Papua Kamasan I, di Jalan Kusumanegara, Kota Yogyakarta pada Jumat (15/07/2016) siang berawal dari rencana aksi damai mahasiswa Papua dan aktivis pro-demokrasi mendukung Persatuan Pergerakan Pembebasan untuk Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

Namun, kegiatan itu batal dilaksanakan lantaran lebih dahulu dibubarkan oleh ratusan personel gabungan dari Polda Daerah Istimewa Yogyakarta, Brigade Mobil, dan organisasi masyarakat.

Di antaranya, Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI/Polri Indonesia, Pemuda Pancasila, Paksi Katon, dan Laskar Jogja. Mereka mendatangi Asrama Mahasiswa Papua sejak pagi hingga sore hari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com