Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti LIPI: Ada Keterlibatan Amerika di Kasus 1965

Kompas.com - 21/07/2016, 17:25 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam membenarkan bahwa ada keterlibatan negara asing dalam kasus pembunuhan massal 1965.

Menurut Asvi, berdasarkan data-data laporan CIA yang telah dibuka untuk publik, diketahui Pemerintah Amerika pernah memberikan uang sebesar Rp 50 juta untuk membiayai Komite Aksi Pengganyangan Gestapu.

Asvi menuturkan, saat itu Komite Aksi Penggayangan Gestapu dipimpin oleh Subchan Z.E dan Harry Tjan Silalahi.

"Memang ada keterlibatan Amerika. Bulan Oktober 1966, Amerika memberikan uang Rp 50 juta ke Komite Aksi Pengganyangan Gestapu. Amerika juga berikan daftar pengurus PKI ke Angkatan Darat. Informasi itu ada di arsip laporan kedutaan Amerika. Saya pernah telusuri," ujar Asvi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (21/7/2016).

(Baca: Luhut: Tak Ada Keterlibatan Militer Asing Pada Kasus 1965)

Selain itu, Amerika juga memberikan daftar pengurus PKI, yang diduga akan ditangkap dan dieksekusi, ke TNI Angkatan Darat .

Asvi juga menyebut pemerintah Amerika berkontribusi dalam memberikan bantuan berupa persenjataan kepada TNI. Pasalnya, dia menemukan sebuah dokumen tentang pengiriman bantuan alat komunikasi namun beberapa halaman dokumen tersebut disamarkan.

"Setiap 25 tahun, Amerika pasti membuka arsipnya kepada publik. Termasuk arsip laporan singkat CIA ke Presiden Amerika tentang seluruh negara termasuk Indonesia tahun 1965," kata Asvi.

(Baca: Hakim IPT Sebut Amerika, Inggris, dan Australia Terlibat Kejahatan Kemanusiaan 1965)

Sebelumnya, majelis hakim internasional dari International People’s Tribunal tentang Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Indonesia 1965 merilis hasil temuan dan laporan final terkait kasus kejahatan kemanusiaan tahun 1965.

Dalam hasil temuan tersebut terungkap bahwa ada keterlibatan negara lain. Amerika, Inggris dan Australia atas tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan meskipun dengan derajat keterlibatan yang berbeda-beda.

Menurut Majelis Hakim, negara Amerika diketahui memberi dukungan cukup besar kepada militer Indonesia. Amerika mengetahui bahwa Pemerintah Indonesia saat itu akan melakukan sebuah pembunuhan massal.

(Baca: IPT Kasus 1965: Indonesia Bertanggung Jawab atas Beberapa Kejahatan Kemanusiaan)

Bukti paling jelas adalah adanya daftar nama pejabat Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dimiliki Amerika. Daftar tersebut berisi nama pejabat PKI akan ditangkap dan diduga akan dibantai.

"Dengan demikian, tindakan kejahatan atas dugaan keterlibatan negara-negara lain dalam kejahatan bisa dijustifikasi," kata majelis hakim seperti dikutip dari laman www.tribunal1965.org.

Sementara itu, pihak militer Inggris dan Australia melakukan kampanye propaganda yang menyesatkan berulangkali atas peristiwa 1965, bahkan setelah terbukti bahwa tindakan pembunuhan dan tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan benar-benar terjadi secara massal dan tidak pandang bulu.

"Pemerintah di negara-negara tersebut menyadari dan mengetahui penuh apa yang sedang terjadi di Indonesia melalui laporan diplomatik, kontak langsung di lapangan dan media barat," kata Majelis Hakim.

Kompas TV Pemerintah Akan Selesaikan Kasus HAM 1965
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Absen di Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen di Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com