Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asvi: Kopkamtib Pernah Sebut Jumlah Korban Tragedi 1965 Mencapai 1 Juta Jiwa

Kompas.com - 21/07/2016, 14:22 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asvi Warman Adam, menganggap penolakan pemerintah terhadap keputusan final International People's Tribunal (IPT) 1965 sebagai bentuk pengingkaran terhadap kebenaran.

Menurut Asvi, Pemerintah harus mengakui bahwa peristiwa pembunuhan massal atau genosida pernah terjadi di periode 1965-1966. Peristiwa itu menyebabkan ratusan ribu hingga jutaan korban jiwa.

"Pemerintah seharusnya mengakui. Jumlah 400 ribu - 600 ribu korban jiwa yang disebutkan itu adalah angka yang cukup moderat berdasar fakta di persidangan," ujar Asvi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (21/7/2016).

Menurut Asvi, angka tersebut merupakan titik tengah dari banyaknya informasi jumlah korban pembunuhan 1965 yang beredar.

Asvi mengatakan, sekitar tahun 1966, Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) pernah mengeluarkan data jumlah korban kasus pembunuhan 1965 mencapai 1 juta orang.

"Kopkamtib pernah mengeluarkan data korban 1 juta. Saya lupa panglimanya, Panggabean atau Sudomo. Permasalahannya sekarang siapa yang bisa mengakses soal informasi tersebut untuk diungkap kembali ke publik," kata Asvi.

Selain itu, kata Asvi, Presiden Soekarno pernah membentuk komisi pencari fakta (fact finding commission) kasus 1965 yang beranggotakan Menteri Negara Pembantu Presiden kabinet Soekarno Oei Tjoe Tat dan Chalid Marwadi dari Nahdlatul Ulama.

Komisi tersebut, kata Asvi, sekitar November-Desember 1966 pernah menyatakan korban pembunuhan ada 780 ribu orang.

Hasil tersebut berdasarkan investigasi di sebagian pulau Jawa saja, karena tidak lama kemudian komisi tersebut dibubarkan.

Sebelumnya, majelis hakim internasional dari International People’s Tribunal tentang Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Indonesia 1965 menyatakan bahwa telah terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh Negara pasca peristiwa 1 Oktober 1965.

Pembunuhan massal tersebut dilakukan terhadap anggota PKI dan anggota PNI yang merupakan pembela setia Presiden Sukarno.

Menurut Koordinator Yayasan IPT 1965 Nursyahbani Katjasungkana, kesimpulan itu didasarkan atas bukti yang dipresentasikan oleh tim prosekutor yang dipimpin oleh ahli hukum hak asasi manusia, Todung Mulya Lubis, dan menjadi kesimpulan akhir setelah sidang IPT bulan November 2015.

"Selain itu juga dari kesaksian faktual dari para korban, saksi ahli dan berdasarkan laporan ekstensif yang dikumpulkan oleh lebih dari 40 peneliti baik dari Indonesia maupun luar negeri," ujar Nursyahbani melalui keterangan tertulis, Rabu (20/7/2016).

Hakim Ketua, Zak Jacoob menyatakan Negara Indonesia bertanggung jawab atas beberapa kejahatan terhadap kemanusiaan melalui rantai komandonya.

Pertama, pembunuhan massal yang diperkirakan menimbulkan 400 ribu - 600 ribu korban.

Kedua, penahanan dalam kondisi tak manusiawi, dengan jumlah korban diperkirakan mencapai sekitar 600.000 orang

Ketiga, perbudakan orang-orang di kamp tahanan seperti di Pulau Buru. Selain itu terdapat juga bentuk penyiksaan, penghilangan paksa dan kekerasan seksual.

Kompas TV Kuburan Massal Korban 1965 Ada di Semarang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Nasional
Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Nasional
Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Nasional
Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Nasional
Korlantas Sebut Pelat Khusus “ZZ” Terhindar Ganjil-Genap Jika Dikawal

Korlantas Sebut Pelat Khusus “ZZ” Terhindar Ganjil-Genap Jika Dikawal

Nasional
Polri Bentuk 10 Satgas Pengamanan untuk World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Bentuk 10 Satgas Pengamanan untuk World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com