Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fahri Serahkan 41 Bukti Pemecatan oleh PKS Tidak Sesuai AD/ART Partai

Kompas.com - 29/06/2016, 12:53 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah mengajukan 41 bukti dalam sidang lanjutan gugatan yang diajukanya terhadap lima petinggi PKS, Rabu (29/6/2016), di PN Jakarta Selatan.

Bukti yang diajukan Fahri terkait pemecatannya yang dianggapnya tidak sah.

Kuasa hukum Fahri, Mujahidin A Latief mengatakan, 41 bukti iyu untuk mendukung dalil-dalil gugatan.

Bukti-bukti itu di antaranya, pertama, notulensi pribadi Fahri Hamzah dengan kepengurusan baru PKS, Salim Segaf Al Jufri, Hidayat Nurwahid, dan M Sohibul Iman, pada 10 Oktober 2015.

Inti notulensi itu menyebutkan bahwa Ketua Majelis Syuro (MS) meminta penggugat terus bekerja dan menegaskan tidak ada pergantian pimpinan DPR RI dan MPR RI yang berasal dari PKS.

"Pernyataan ini menunjukkan pengakuan terhadap prestasi dan kinerja Fahri Hamzah sebagai Pimpinan DPR RI," kata Mujahid melalui keterangan tertuisnya, Rabu.

Kedua, ajakan pertemuan pribadi oleh Salim Segaf Al-Jufri kepada Fahri melalui WhatsApp pada 1 Desember 2015, 11 Desember 2015, dan 16 Desember 2016.

"Ajakan pribadi dan pertemuan pribadi implikasinya bersifat pribadi. Sangat disayangkan pertemuan pribadi di kemudian hari diklaim sebagai pertemuan formal atas nama institusi," kata dia.

Ketiga, draf surat pengunduran diri Fahri Hamzah yang berasal dari Salim Segaf Al Jufri yang diserahkan oleh Sunmandjaja Rukmandis dianggap jebakan kepada Fahri.

"Seolah-olah surat itu dibuat sendiri dan tanpa paksaan dari pihak lain," kata dia.

Mujahid mengatakan, penolakan Fahri menandatangani surat pengunduran diri inilah yang menjadi alasan utama kliennya disidang dengan berbagai delik pelanggaran baru yang dipaksakan.

"Artinya, pada dasarnya Fahri tidak memiliki kesalahan apa pun sebagaimana delik yang dituduhkan Badan Penegak Disiplin Organisasi (BPDO)," kata dia.

Pelanggaran Fahri, kata Mujahid, dimunculkan setelah menolak mengundurkan diri dengan menandatangani surat pengunduran.

Ia mengatakan, kliennya menolak menandatangani surat pengunduran diri karena hal itu merupakan otoritas individu yang tidak mungkin bisa dipaksa oleh pihak manapun.

Akibat menolak menandatangani surat tersebut, kata Mujahid, Salim Segaf Al Jufri mengatakan bahwa akan ada konsekuensi yang berujung pada pemanggilan Fahri Hamzah oleh BPDO.

Kelima, kata Mujahid, berdasarkan surat Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), belu ada pengesahan atau pencatatan komposisi Majelis Tahkim di Kemenkumham sejak pertama Fahri dipanggil hingga dikeluarkannya putusan pemecatan.

"Dalam putusan Majelis Tahkim mengakui bahwa surat pengajuan komposisi Majelis Tahkim diterima oleh Kementerian Hukum dan HAM tanggal 10 Maret 2016," kata dia.

Keenam, lanjut Mujahid, berdasarkan bukti-bukti yang ada, pihaknya menyimpulkan bahwa permintaan mundur kepada Fahri yang berujung pemecatan itu tidak dihasilkan melalui mekanisme Syuro atau rapat pengambilan keputusan.

Mujahid mengatakan, keputusan meminta Fahri mundur dari jajaran Pimpinan DPR RI dihasilkan hanya melalui pembicaraan informal beberapa orang yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam AD/ART.

"Informalisme tersebut bertentangan dengan azas legal dan formil yang dianut oleh partai politik modern. Apa yang ditampilkan oleh Salim Segaf Al Jufri sebagai ketua Majelis Syuro PKS ini mencerminkan watak yang tidak sehat ketika kekuasaan dianggap melekat pada diri pribadi seseorang, bukan sistem," kata di.

Mujahid mengibaratkan kasus Fahri ini seperti sebuah kritik yang umumnya dialamatkan pada raja Louis ke XIV. Raja Perancis itu menyebut L’Etat c’es moi (negara adalah saya).

"Nampaknya serupa dengan tindakan ini, yang artinya akan muncul ungkapan 'partai adalah aku'," kata Mujahid.

Ketujuh, dokumen-dokumen yang diajukan ini, kata dia, menyimpulkan adanya pola "tujuan menghalalkan cara”.

"Semuanya dilakukan demi menjalankan misi yang penting FH disingkirkan dari PKS, Partai yang ikut dia dirikan dan besarkan sepanjang hayatnya," ujarnya.

Gugatan Fahri terhadap PKS bermula dari pemecatan atas dirinya pada segala jenjang kepartaian.

PKS menilai, sebagai wakil rakyat, Fahri seringkali kurang santun dalam menyampaika pendapat. Hal ini dinilai dapat berdampak buruk bagi citra partai.

Adapun lima orang Pihak Tergugat adalah Wakil Ketua Majelis Takhim Hidayat Nur Wahid, Ketua Dewan Syariah Surahman Hidayat, Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman, Anggota Majelis Takhim Abdi Sumaithi, dan Ketua Badan Penegak Disiplin Organisasi Abdul Muis Saadih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com