Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY Beri Tujuh Catatan Penting kepada Pemerintah Jokowi

Kompas.com - 10/06/2016, 21:17 WIB
Dani Prabowo

Penulis

BOGOR, KOMPAS.com – Partai Demokrat memberikan tujuh catatan terhadap sejumlah isu yang berkembang selama setahun terakhir pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Catatan tersebut disampaikan Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, di sela-sela kegiatan silaturahmi kader Partai Demokrat di kediamannya di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Jumat (10/6/2016).

Ketujuh catatan itu meliputi situasi perekonomian, kondisi kehidupan masyarakat dari sisi sosial dan ekonomi, upaya penegakan hukum, dan kedaulatan partai politik.

Selain itu, SBY juga menyoroti persoalan TNI/Polri dalam menjalankan tugas pokoknya, pergerakan komunis, hingga peranan pers.

"Kami memberanikan diri untuk menyampaikan kritik, koreksi sekaligus solusi yang kami sarankan,” kata SBY.

Di sektor ekonomi, Presiden RI keenam itu mengatakan, kondisi ekonomi yang lemah berimplikasi terhadap pertumbuhan yang rendah.

Kondisi tersebut juga berdampak negatif terhadap pendapatan dan daya beli masyarakat.

“Ketika ekonomi Indonesia melemah, perekonomian dunia dan kawasan juga memiliki pelemahan pertumbuhan. Artinya, pemerintah harus sangat serius dan tepat di dalam mengelola perekonomian kita," kata SBY. 

"Kalau tidak, harapan ekonomi tahun 2016 ini lebih baik dari ekonomi tahun 2015 akan sirna,” ujarnya.

Demokrat, kata dia, juga mengingatkan kebijakan pemotongan anggaran dan keinginan pemerintah untuk menjadikan pengampunan pajak sebagai sumber pemasukan di dalam APBN.

Menurut SBY, menghitung penerimaan negara dengan memasukkan perolehan dari pengampunan pajak juga sebuah asumsi yang rapuh.

"Sementara, pemotongan anggaran, sepanjang jumlahnya tepat dan bukan pada sektor yang akan membawa dampak negatif pada kehidupan rakyat adalah sebuah alternatif yang bisa dilakukan," kata dia.

Lebih jauh, SBY juga menyoroti, turunnya daya beli masyarakat. Berdasarkan data statistik, kata dia, terjadi penurunan pendapatan per orang dari 2014 ke 2015 yang lalu sebesar Rp 2.150.000.

"Tahun 2016 ini bisa lebih rendah lagi. Sementara, di lapangan tercermin juga menurun tajamnya pembelanjaan masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, di sisi hukum, SBY melihat saat ini transparansi penegakan hukum relatif menurun.

Dalam sejumlah kasus, ada peranan “tangan tak terlihat” yang mengendalikan upaya penegakan hukum. Namun, SBY tak menyebut kasus apa yang dimaksud.

Ia hanya mengingatkan, agar penegak hukum tidak pandang bulu dalam menjalankan tugasnya.

"Hukum sebagai panglima dan bukan politik, atau kekuasaan. Mestinya para pemegang kekuasaan takut kepada KPK dan penegak hukum lainnya," kata dia.

Kompas TV SBY: Memilih Menteri Itu Harus Pas
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com