Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/06/2016, 05:20 WIB

Kapasitas Bawaslu dalam memeriksa, mengadili, hingga memutuskan sanksi administrasi juga diragukan.

Padahal, saat ini Bawaslu tidak sebatas harus berperan sebagai pemeriksa, tetapi juga harus bisa berperan sebagai penyidik, memeriksa saksi dan mengumpulkan bukti, terutama mencari keterkaitan antara pelaku politik uang dan calon kepala/wakil kepala daerah.

Selain itu, anggota Bawaslu juga harus bisa berperan sebagai hakim, memberikan keputusan yang tepat berdasarkan keterangan saksi dan bukti yang ada.

Sementara ruang waktu yang diperlukan untuk meningkatkan kapasitas Bawaslu tidaklah banyak, mengingat tahapan Pilkada 2017 sudah di depan mata.

"Jika kapasitas Bawaslu tidak memadai, kewenangan yang diberikan akan menjadi percuma. Kandidat yang melakukan politik uang akan sulit tersentuh sanksi administrasi," ujar Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat Masykurudin Hafidz.

Ketua Bawaslu Muhammad menyadari tantangan yang dihadapi lembaganya tidak ringan. Namun, dia optimistis kewenangan baru itu bisa dioptimalkan oleh Bawaslu.

"Rencana pemberian kewenangan baru itu telah lama kami ketahui sehingga kami sudah mengantisipasinya dengan melaksanakan sejumlah program agar jajaran kami di daerah bisa mengoptimalkan kewenangan baru itu," paparnya.

Legalisasi suap

Selain integritas Bawaslu, tantangan lain dalam pencegahan politik uang adalah ketentuan UU Pilkada sendiri.

UU Pilkada baru memang sudah mengatur secara tegas larangan calon ataupun tim kampanye menjanjikan atau memberikan uang dan materi lainnya kepada pemilih serta penyelenggara pilkada.

Namun dalam Penjelasan UU, DPR dan pemerintah justru menyepakati adanya pengecualian.

Uang makan, uang transportasi, serta hadiah yang diberikan pasangan calon kepala daerah-calon wakil kepala daerah kepada para pendukung yang mengikuti kampanye terbatas tidak tergolong politik uang.

Dengan kata lain, UU justru melegalkan pemberian uang makan, uang transportasi, serta hadiah bagi peserta kampanye.

Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman beralasan, pemberian uang makan, uang transportasi, dan hadiah itu untuk memperlancar jalannya kampanye.

Saat ditanya, apakah uang transportasi serta hadiah yang diberikan calon atau tim kampanye tidak akan memengaruhi pemilih, Rambe Kamarul Zaman Rambe menjawab, "Ya, memang kenyataannya begitu, bagaimana?

Melihat pengaturan tentang politik uang, akhirnya seperti melihat tari poco-poco. Maju di satu sisi, tapi mundur di sisi yang lain dan akhirnya kembali ke titik yang sama. Jika demikian, sebenarnya seberapa besar keseriusan elite politik dalam mengatasi politik uang? (NTA/APA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com