Namun, dalam UU No 12/2008 tentang Perubahan Kedua UU No 32/2004, syarat calon perseorangan dibuat lebih berat dibanding yang berlaku di Aceh.
Dalam UU No 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, calon perseorangan harus memperoleh dukungan sekurang-kurangnya tiga persen dari jumlah penduduk yang tersebar di sekurang-kurangnya 50 persen dari jumlah kabupaten/kota untuk pemilihan gubernur/wakil gubernur dan 50 persen dari jumlah kecamatan untuk pemilihan bupati/wakil bupati atau wali kota/wakil wali kota.
"Tetapi, konstruksi UU 12/2008, syaratnya calon perseorangan 3 persen sampai 6,5 persen. Logikanya kalau setara sama seperti UU Aceh (3 persen)," kata Putu.
Kemudian, UU Pilkada diubah kembali. Dalam UU No 8/2015, syarat dukungan calon perseorangan diperberat menjadi 6,5 persen sampai 10 persen.
Putu lalu menyinggung niat DPR yang ingin kembali menaikkan syarat dukungan calon perseorangan hingga 15 persen. Namun, niat itu batal.
"Artinya, kawan-kawan DPR tidak ikhlas (ada calon perseorangan)," ucap mantan Komisioner KPU itu.
(Baca: Jimly: Tak Elok Jika KPU dan Bawaslu Ajukan "Judicial Review" UU Pilkada)
Sementara itu, Titi menilai, sikap DPR mempersulit calon perseorangan terbukti dalam pilkada serentak 2015 lalu. Calon perseorangan di banyak daerah sulit lolos verifikasi.
"Di Tanggerang Selatan, dulunya ada dua calon perseorangan yang lolos. Pilkada lalu karena sulitnya dukungan, tidak ada calon perseorangan yang lolos," kata Titi.
Bantah
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan, membantah jika DPR ingin mempersulit calon perseorangan.
Ia mengatakan, hasil revisi UU Pilkada juga memperketat aturan bagi pencalonan lewat parpol. Misalnya, adanya sanksi bagi parpol yang meminta "mahar" kepada bakal calon.
"Sanksinya (penjara) 2-9 tahun, bayar denda 10 kali lipat dari uang mahar. Parpol itu juga tidak bisa mengusung calon pada periode berikutnya. Politik uang, parpol pun bisa kena sanksi. Pasangan calon bisa didiskualifikasi. Kita jaga betul kesetaraan ini," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.