JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner KPAI, Erlinda meminta seluruh masyarakat untuk tidak terus berpolemik menanggapi hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Khususnya, bagi masyarakat yang menilai bahwa hukuman kebiri tidak tepat diterapkan.
Ia mengatakan, hukuman itu akan diberikan jika pelaku tergolong pada kriteria pantas menerima hukuman tersebut.
"Kebiri itu (putusan) paling akhir, jika dipenuhi kriteria-kriteria. Sehingga, tolong yang di luar sana jangan berpolemik, karena rasa keadilan korban terluka kembali," kata Erlinda dalam diskusi bertajuk 'Kejahatan Seksual dan Anak serta solusinya' di rumah makan Bumbu Desa, Jakarta Selatan, Jumat (27/5/2016).
"Ada syaratnya, misal (tindak kejahatan) dilakukan lebih dari 1 orang. Pemberatan hukuman ada 20 tahun, seumur hidup, dan hukuman mati itu sendiri," kata dia.
(baca: Jaksa Agung Anggap Biasa Pro Kontra Perppu Kebiri)
Ia meminta, agar masyarakat untuk berempati pada korban maupun keluarga korban agar bisa kembali bangkit menata hidupnya setelah menjadi korban.
Ia mengajak masyarakat untuk mendukung Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang baru ditandatangani Presiden Joko Widodo.
Menurut dia, Perppu itu menjadi gerbang untuk merevisi undang-undang (UU)Perlindungan Anak, yang sampai saat ini masih berfokus pada aspek penanganan kasus saja.
(Baca: Ini Isi Lengkap Perppu Kebiri)
Nantinya, lanjut dia, revisi UU Perlindungan Anak juga akan menjangkau aspek penegakan hukum, penanganan korban itu sendiri, termasuk juga optimalisasi pencegahan di level pemerintah pusat dan daerah.
"Perppu ini garda terdepan ataupun pintu masuk revisi undang-undang perlindungan anak nomor 23 tahun 2002 yang kedua kali direvisi," kata dia.
Deputi Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Sujatmiko sebelumnya menegaskan bahwa hukuman kebiri tidak akan diterapkan kepada pelaku yang masih anak-anak.
Hukuman akan diberikan kepada pelaku yang sudah dewasa. (baca: Bagaimana Penerapan Hukuman Kebiri? Ini Penjelasan Pemerintah)
Ia menjelaskan, hukuman kebiri akan diberikan melalui suntikan kimia dan dibarengi dengan proses rehabilitasi. Proses rehabilitasi tersebut untuk menjaga pelaku tidak mengalami efek negatif lain selain penurunan libido.
Suntikan kimia ini pun sifatnya tidak permanen. Menurut Sujatmiko, efek suntikan ini hanya muncul selama tiga bulan.
Oleh karena itu, suntikan kimia akan diberikan secara berkala kepada pelaku melalui pengawasan ketat oleh ahli jiwa dan ahli kesehatan. (Baca: Ini Isi Lengkap Perppu Kebiri)
Pengawasan bertujuan untuk memonitor pelaku, jangan sampai pelaku mengalami dampak negatif lain selain penuruan libido.
"Hukuman kebiri bukan berarti memotong alat vital pelaku. Di sinilah kami tetap memperhatikan pertimbangan hak asasi manusia. Tidak permanen dan pelaku akan terus dipantau sampai insaf. Kebiri juga akan dibarengi dengan rehabilitasi jangan sampai suntikan kimia nanti tidak menimbulkan dampak lain selain menurunkan libidonya," kata Sujatmiko.
Sujatmiko menambahkan, hukuman suntikan nantinya akan diberikan oleh tenaga media profesional dari kementerian yang menangani. (Baca: Ini Efek Hukuman Kebiri Kimiawi pada Tubuh)
Teknis pelaksanaan hukuman kebiri akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP). PP tersebut, kata Sujatmiko, mengatur secara teknis bagaimana proses penyuntikannya dan siapa yang akan memberikan suntikan.
Selain itu, hukuman suntikan paling lama dilakukan selama dua tahun setelah terpidana menyelesaikan hukuman pokoknya.
Misalnya, seseorang divonis 15 tahun penjara, maka suntikan akan dilakukan setelah pelaku menjalani vonis tersebut. Kemudian, pelaku juga akan dipasangi cip agar pergerakannya mudah dipantau.
"Yang kami lakukan ini adalah sebuah cara untuk menimbulkan efek jera. Apakah ini efektif, nanti kami akan lihat ke depannya," katanya.