Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Turn Back Crime Hanya Jadi Fashion Semata?

Kompas.com - 26/05/2016, 08:47 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Istilah Turn Back Crime semakin populer selama beberapa bulan terakhir. Sejak diperkenalkan pada akhir 2015 lalu di Jakarta, beberapa kepolisian di daerah menggunakan brand dan kaus Turn Back Crime.

Turn Back Crime merupakan bagian dari kampanye Interpol untuk menggugah masyarakat agar tidak takut melawan aksi kejahatan terorganisir. Indonesia jadi salah satu negara yang ikut kampanye tersebut.

Sejatinya kampanye Turn Back Crime bertujuan mengajak masyarakat ikut membantu polisi memerangi kejahatan. Sesuai namanya, Turn Back Crime diartikan sebagai lawan balik tindak kejahatan.

Di Indonesia, kampanye Turn Back Crime tak bisa dilepaskan dengan popularitas kaus Turn Back Crime.

Kaus itu berjenis polo shirt dengan dominasi warna biru tua, ada logo Turn Back Crime di dada sebelah kanan, bagian lengan kanan ada emblem merah putih, kemudian ada tulisan "Polisi" di bagian belakang baju tersebut. Biasanya baju itu dipadupadankan dengan celana kargo berwarna khaki, bersama sepatu boot rendah berwarna senada.

Terus terang, polisi yang menggunakan "seragam" itu memang terlihat lebih menarik, lebih fashionable, tidak terlihat angker.

Maka tak heran kaus tersebut dinilai sebagai cara dari polisi agar terlihat menarik. Hal ini lantaran selama ini seragam polisi dinilai membosankan atau justru kurang menarik.

Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Krishna Murti pun pernah menyuarakan hal tersebut di media ini. Ia bahkan menyebut polisi dengan kaus Turn Back Crime tampak lebih keren.

"Karena polisi satu-satunya institusi yang setiap hari masuk media televisi. Kalau pengungkapan bagus, penampilan tidak bagus, akan percuma. Jadi, keduanya harus bagus," kata Krishna seperti dikutip dari laman ini beberapa waktu lalu.

Krishna merupakan pelopor penggunaan kaus Turn Back Crime. Dalam laman medsos pribadinya, facebook dan instagram, Krishna sering mengunggah aktivitasnya berpakaian dengan atribut Turn Back Crime.

Anak buah Krishna di Ditreskrimum Polda Metro Jaya pun kompak menggunakan atribut Turn Back Crime, mulai dari kaus, jaket, topi dst. Beberapa foto dan video di akun medsos Krishna Murti jelas memperlihatkan kekompakan mereka menggunakan atribut Turn Back Crime.

Tak hanya itu, di gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya bahkan diperjualbelikan atribut tersebut. Tak ayal, masyarakat pun dapat memiliki atribut yang sama dengan punya reserse saat bertugas.

Sejak aksi para reserse Ditreskrimum menggunakan atribut Turn Back Crime menangani tragedi bom Thamrin awal tahun ini, banyak yang penasaran terhadap kaus tersebut. Terlebih, medsos dibanjiri dengan postingan "polisi ganteng".

Hal ini disambut oleh para pengrajin dengan memproduksi dan menjualnya dengan harga sekitar Rp 150.000. Kaus itu kemudian populer dan  dipakai bebas oleh masyarakat.

Sempat terjadi kebingungan terhadap keberadaan kaus itu, apakah itu baju yang hanya diperuntukkan bagi anggota polisi atau bisa dipakai masyarakat sipil. Sempat pula beredar pesan berantai polisi akan menindak masyarakat sipil yang menggunakan kaus itu, namun belakangan diketahui pesan itu hoax.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com