Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

21 Mei 1998 Pukul 09.00, Soeharto Resmi "Lengser Keprabon"

Kompas.com - 21/05/2016, 09:00 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Terpilihnya Soeharto untuk ketujuh kalinya sebagai Presiden RI pada Maret 1998 membuat situasi dalam negeri semakin bergejolak. Penolakan secara terang-terangan akan keterpilihan kembali penguasa Orde Baru kian terasa.

Puncaknya pada bulan Mei 1998 di mana terjadi penembakan empat mahasiswa Universitas Trisakti yang kemudian dijuluki sebagai "martir reformasi". Kejadian ini menyulut protes rakyat dalam skala massif yang dimotori oleh mahasiswa.

Mereka mulai meninggalkan metode mimbar bebas di kampus-kampus dan mulai turun ke jalan. Hingga pada 18 Mei 1998, ribuan mahasiswa berhasil menduduki gedung DPR/MPR, salah satu simbol perpanjangan tangan kuasa Soeharto ketika itu.

Meski mendapat protes hebat, Soeharto bergeming. Di tengah hiruk-pikuk itu dia masih berupaya menyusun kabinet barunya yakni Kabinet Reformasi, sebagai upaya untuk memperoleh kembali kepercayaan rakyat.

(Baca: Sehari Sebelum Soeharto Mundur, Dinamika "Ring 1", dan Kegelisahan Kabinet)

Namun, alih-alih mendapat dukungan, sebanyak 14 menteri Kabinet Pembangunan VII yang kembali masuk dalam Kabinet Reformasi tiba-tiba saja mengundurkan diri pada 20 Mei 1998 pukul 20.00.

Dikutip dari Presiden (daripada) Soeharto, sebuah surat dilayangkan para menteri itu kepada Yusril Ihza Mahendra selaku staf ahli Presiden. Isinya, mereka secara implisit menyarankan Soeharto mengambil langkah cepat untuk memenuhi keinginan masyarakat yang memintanya mundur.

Keempat belas menteri yang mengundurkan diri itu adalah Akbar Tandjung, AM Hendropriyono, Ginanjar Kartasasmita, Giri Suseno Hadihardjono, Haryanto Dhanutirt, Justika S. Baharsjah, Kuntoro Mangkusubroto, Rachmadi Bambang Sumadhijo, Rahadi Ramelan, Subiakto Tjakrawedaya, Sanyoto Sastrowardoyo, Sumahadi, Theo L. Sambuaga, dan Tanri Abeng.

Tak lama setelah surat itu sampai ke Soeharto, pria yang dijuluki "The Smiling General" ini pun menyatakan niatnya untuk mundur. Yusril kemudian yang menyusun naskah pidato pengunduran diri sang penguasa selama 32 tahun itu.

(Baca: Cerita Wiranto, Inpres Soeharto yang Tak Dipakai untuk Kudeta)

Pada saat naskah itu diserahkan, Soeharto sempat menuliskan tambahan pidatonya sendiri di lembar kosong.

Pada Kamis, 21 Mei 1998 sekitar pukul 09.00, Soeharto sudah mengenakan safari warna gelap dan berpeci. Dengan langkah tenang, dia meninggalkan Ruang Jepara yang ada di Istana Negara menuju Ruang Credentials.

Dia kemudian berdiri di depan mikrofon. Dengan nada suara yang datar, tanpa emosi. Presiden tua itu mengucapkan:

Assalamual’aikum warahmatullahi wabarakatuh

Sejak beberapa waktu terakhir, saya mengikuti dengan cermat perkembangan situasi nasional kita, terutama aspirasi rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com