Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Tak Satu Suara soal Simposium 1965, Gubernur Lemhanas Anggap Wajar

Kompas.com - 18/05/2016, 13:38 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Panitia Pengarah Simposium Nasional Tragedi 1965 Agus Widjojo mengatakan, munculnya perbedaan pendapat di tubuh Pemerintah terkait upaya menyelesaikan masalah Peristiwa 1965 adalah hal yang wajar.

Agus menilai, perbedaan pendapat tersebut akibat kurangnya komunikasi antara Presiden Joko Widodo dan para menterinya dalam mencari bentuk penyelesaian kasus yang paling tepat.

"Perbedaan pendapat itu biasa dalam demokrasi. Ini masalah komunikasi. Kami kurang berkomunikasi. Semuanya itu wajar dalam tatanan demokrasi," ujar Agus saat ditemui di gedung Lemhanas, Jakarta, Rabu (18/5/2016).

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional itu mengatakan bahwa tidak ada cara yang dianggap mutlak dalam menyelesaikan kasus Peristiwa 1965.

Menurut dia, upaya penyelesaian yang coba dirintis oleh Pemerintah melalui Simposium Nasional pasti akan menimbulkan pro dan kontra. Ada pihak-pihak yang tidak sepakat dalam tubuh Pemerintah akibat kurangnya komunikasi.

"Tidak ada yang mutlak. Kami tidak mengatakan ada satu cara yang paling benar. Ada juga bagian yang tidak sepakat akibat dari kurangnya komunikasi," kata Agus.

(baca: Tim Perumus Akan Serahkan Rekomendasi Simposium Nasional 1965 kepada Pemerintah)

Sementara itu, Agus enggan berkomentar ketika ditanya soal adanya pihak-pihak yang akan mengadakan simposium tandingan anti-PKI.

Sebelumnya, Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu mengaku tak mendukung penyelenggaraan simposium-simposium terkait tragedi 1965.

(baca: Menhan Bantah Dukung Penyelenggaraan Simposium Lawan PKI)

Adapun simposium itu adalah Simposium Tragedi 1965 yang telah diselenggarakan beberapa waktu lalu maupun simposium melawan PKI sebagai tandingan, yang diwacanakan oleh para purnawirawan TNI.

"Enggak usah lagi-lagi. Simposium berpihak pada kiri, jelas. Ini (simposium tandingan) membalas. Balas-membalas tidak baik," ujar Ryamizard.

"Saya enggak suka itu. Saya ingin bangsa ini bersatu," kata dia.

Ryamizard pun membantah ada di balik terselenggaranya simposium tandingan. Penyelenggaraan simposium tandingan, menurut dia, justru hanya akan membangkitkan kembali permasalahan masa lalu. n.

(Baca: Luhut Nilai Pembongkaran Makam Korban Tragedi 1965 untuk Ungkap Sejarah)

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

JK Bingung Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Bisa Jadi Terdakwa Korupsi

JK Bingung Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Bisa Jadi Terdakwa Korupsi

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Kalau Perusahaan Rugi Direkturnya Harus Dihukum, Semua BUMN Juga Dihukum

Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Kalau Perusahaan Rugi Direkturnya Harus Dihukum, Semua BUMN Juga Dihukum

Nasional
Terseret Kasus Gubernur Maluku Utara, Pengusaha Muhaimin Syarif Punya Usaha Tambang

Terseret Kasus Gubernur Maluku Utara, Pengusaha Muhaimin Syarif Punya Usaha Tambang

Nasional
Bertemu Khofifah, Golkar Bahas Pilkada Jatim, Termasuk soal Emil Dardak

Bertemu Khofifah, Golkar Bahas Pilkada Jatim, Termasuk soal Emil Dardak

Nasional
Ketua Panja Sebut RUU Kementerian Negara Mudahkan Presiden Susun Kabinet

Ketua Panja Sebut RUU Kementerian Negara Mudahkan Presiden Susun Kabinet

Nasional
Profil Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta 'Reimburse' Biaya Renovasi Kamar, Mobil sampai Ultah Anak ke Kementan

Profil Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta "Reimburse" Biaya Renovasi Kamar, Mobil sampai Ultah Anak ke Kementan

Nasional
KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

Nasional
Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Nasional
Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Nasional
Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Nasional
KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

Nasional
Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Nasional
Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Nasional
Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Nasional
Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com