Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komite Etik Munaslub Golkar Diminta Selidiki Pencatutan Nama Presiden

Kompas.com - 11/05/2016, 10:26 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komite Etik Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar diminta menyelidiki pencatutan nama Presiden Joko Widodo.

Nama Presiden diduga dicatut dan diklaim memberikan dukungan kepada Setya Novanto yang akan bertarung dalam pemilihan ketua umum di Munaslub Golkar di Bali 15 Mei 2016.

"Mengklaim dan mencatut nama itu tindakan tidak etis. Seharusnya ada upaya dari panitia Munaslub untuk mengingatkan dan itu bisa menjadi portofolio buruk bagi dia di Munaslub besok," kata pengamat politik dari The Political Literacy Institute Jakarta Gun Gun Heryanto saat dihubungi, Rabu (11/5/2016).

Gun Gun menilai, komite etik tidak bisa diam saja atas munculnya masalah pencatutan nama ini. Apalagi Presiden Jokowi disebut-sebut marah besar atas pencatutan namanya ini.

(baca: Kesuksesan Munaslub Golkar Juga Ada di Tangan Komite Etik)

"Mencatut kan perbuatan yang tidak menyenangkan. Kalau pemerintah tidak menyatakan, kemudian ada klaim dan pencatutan oleh entah Setya Novanto atau siapapun itu, sangat tidak pada tempatnya," kata Gun Gun.

Gun Gun menilai, dukungan pemerintah memang sangat berpengaruh dalam ajang politik di internal Golkar. Intervensi pemerintah sudah ada sejak era orde baru.

Namun, dia meminta pemerintahan Jokowi tidak perlu ikut campur dalam urusan Munaslub Partai Golkar.

"Pemerintah clear saja, jaga jarak, karena bagi saya, siapapun calon ketua umum yang menang pasti akan merapat ke pemerintah," ucap Gun Gun.

Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelumnya mengatakan, Presiden marah mendengar kabar bahwa namanya kembali dicatut.

(baca: JK: Presiden Marah Besar Namanya Dicatut Dukung Calon Ketum Golkar)

"Itu Presiden sangat marah akibat dikatakan begitu. Jadi, itu sama sekali tidak benar," ujar Kalla seusai menghadiri HUT ke-49 Bulog di Jakarta, Selasa (10/5/2016).

Menurut Wapres, Presiden Jokowi sudah berbicara kepadanya bahwa sikap pemerintah netral dalam pemilihan calon ketua umum Partai Golkar.

(baca: Jokowi: Apa Saya Pernah Marah?)

Bahkan, Kalla menuturkan, Presiden juga menekankan bahwa dirinya sama sekali tidak berpihak dan tidak mengunggulkan siapa pun dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar.

"Alasannya, pertama, Pak Jokowi itu bukan anggota Golkar. Kedua, tidak ingin mengembalikan lagi cara Orde Baru untuk pemerintah, atau pejabat pemerintah itu mendukung seseorang, apalagi dengan cara memerintahkan aparat," kata Kalla.

Ketua DPP Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia mengapresiasi pihak pemerintah yang mengklarifikasi bahwa Presiden Joko Widodo tidak memberikan dukungan kepada salah satu bakal calon ketua umum Partai Golkar.

Akan tetapi, Doli mengaku heran isu itu bisa berkembang di internal partainya selama satu minggu terakhir. Doli menilai, ada upaya pencatutan oleh sejumlah pihak melalui isu tersebut.

"Jadi, ada upaya pencatutan nama Pak Jokowi dan kemudian menjadi bahan 'jualan' kampanye ke DPD-DPD," kata Doli, melalui keterangan tertulis, Selasa (10/5/2016).

Kompas TV Pemerintah 'Gak Ikut Urusan Golkar
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Prabowo Akui Cita-Citanya Adalah Jadi Presiden: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Prabowo Akui Cita-Citanya Adalah Jadi Presiden: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Tri Suci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Tri Suci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Nasional
Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

Nasional
Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Nasional
Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com