Tak sekadar kata
Pendapat Harris tentang titik balik anugerah jurnalistik ternyata bukan isapan jempol. Dua tahun setelah Alexandra Berzon dan Las Vegas Sun memenangkan Pulitzer, The Tuscaloosa News pun menyusul.
Media daring ini memenangkan kategori Breaking News Reporting karena menggabungkan reportase tradisional dan teknologi sosial media dalam melaporkan bencana tornado di Arlington Square.
Tidak hanya melaporkan bencana, inovasi yang dilakukan oleh The Tuscaloosa News mampu membantu aparat untuk menemukan dan menyelamatkan para korban.
Penghargaan terhadap inovasi dalam jurnalisme berlanjut tahun berikutnya. Laman Anugerah Pulitzer memaparkan, The Denver Post mendapat pengharagaan karena telah membuat liputan yang komprehensif mengenai penembakan di Aurora yang menewaskan 12 orang dan melukai 58 orang lainnya.
Lagi-lagi, kemenangan itu disebabkan oleh “perkawinan” antara reportase tradisional dan media sosial seperti Twitter, Facebook, serta video. The Denver Post kemudian mengemasnya bersamaan dengan tulisan mendalam, sehingga mampu memberikan konteks.
Bahkan, media ini juga menyertakan linimasa interaktif di laman berita. Melalui fitur tersebut, pembaca bisa memilih dan berinteraksi dengan konten.
Pada 2014 dan 2015, bendera media daring kembali berkibar. Dewan Juri Pulitzer 2014 memilih David Philipps dari The Gazette sebagai juara kategori National Reporting. Philipps membuat tulisan panjang, foto-foto, dan video mengenai nasib para tentara yang menyedihkan setelah mereka pensiun dari kesatuan.
Sedangkan di 2015, anugerah Pulitzer kategori Breaking News Reporting menjadi milik The Seattle Times karena telah berhasil mengemas konten digital yang mendalam mengenai tanah longsor di Snohomish County.
Energi yang kekal
Publik sempat “berdebat” mengenai senjakala media cetak. Beberapa orang sependapat mengenai titik nadir media konvensional tersebut, sementara yang lain menyangkalnya. Tulisan ini tidak dibuat untuk menyudutkan media konvensional.
Sebaliknya, uraian di dalam tulisan ini dikemas untuk mengumandangkan bahwa semangat jurnalisme media cetak haruslah kekal. Pada intinya, biarlah koran tidak lagi terbit, lalu berusahalah untuk menerima jika pada saatnya nanti industri percetakan gulung tikar.
Anggaplah itu sebagai bagian dari perkembangan peradaban manusia yang dimulai sejak jutaan tahun yang lalu. Tidak lebih, dan tidak kurang.
Ulasan mengenai titik balik Anugerah Pulitzer sejak 2009 di atas membuktikan bahwa jurnalisme tidak pernah berubah, meski hadir dalam bentuk yang berbeda. Para pemenang Pulitzer itu menegaskan bahwa menjadi media atau menjadi wartawan daring tidak berarti harus membuat berita yang singkat dan dangkal.
Mereka tidak harus tergesa-gesa dengan mengorbankan akurasi serta konteks. Media dan wartawan daring tetap bisa menyebarkan informasi yang mendalam, berguna, dan berkualitas.
Ini adalah tantangan bagi media daring di Indonesia.
Kematian media cetak dan kebangkitan media digital sebenarnya bukanlah topik perdebatan, selama orang-orang yang ada di dalamnya adalah wartawan-wartawan yang dikaruniai energi jurnalisme.
Selama energi jurnalisme mengalir seperti darah di dalam tubuh wartawan, semua akan baik-baik saja. Mengenai hal ini, hukum kekekalan energi telah memberikan jawaban sejak awal. Seperti halnya energi, jurnalisme tidak dapat dimusnahkan. Dia hanya akan berubah bentuk.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.