Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Iqrak Sulhin
Dosen Kriminologi UI

Dosen Tetap Departemen Kriminologi UI, untuk subjek Penologi, Kriminologi Teoritis, dan Kebijakan Kriminal.

"Quo Vadis" Pemasyarakatan?

Kompas.com - 25/04/2016, 07:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Pemasyarakatan, di awal kemunculan konsepnya, secara ontologis memandang kejahatan sebagai fakta sosial yang tidak semata terjadi karena seseorang memiliki sifat jahat.

Kejahatan bukanlah sebuah kualitas individu, namun sebuah kondisi saat seseorang tertinggal atau ditinggalkan dalam kompleksitas kehidupan dan penghidupan. Dengan kata lain, kejahatan terjadi karena kegagalan sosialisasi, disorganisasi sosial, dan adanya tekanan struktural (seperti kemiskinan).

Ada unsur tanggung jawab sosial dalam terjadinya kejahatan. Meskipun dinilai tidak kontekstual dalam konteks extra ordinary crime (kejahatan luar biasa), namun bukan tidak bisa digunakan sama sekali sebagai sebuah cara pandang dalam pembinaan.

Hal inilah yang membuat mengapa di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 dijelaskan, tujuan menghukum pelaku kejahatan (pembinaan narapidana) adalah reintegrasi sosial.

Oleh karena kejahatan adalah konflik antara pelaku dengan masyarakat, maka tujuan pembinaan adalah menciptakan kembali kesatuan kehidupan antara keduanya serta melakukan restorasi sosial.

Ini pula yang membuat mengapa pemasyarakatan adalah sebuah sistem. Lembaga Pemasyarakatan sebagai pelaksana pidana hanyalah satu bagian dari sistem pemasyarakatan.

Upaya reintegrasi dan restorasi juga dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas) dalam proses yang dikenal dengan pembebasan bersyarat. Bahkan Bapas dan Rutan telah berperan di dalam pre-adjudikasi dan adjudikasi.

Pertanyaannya kemudian, bagaimana nasib pemasyarakatan Indonesia saat ini dan ke depannya? Akan kemana pemasyarakatan Indonesia?

Kedua pertanyaan ini penting adanya. Bagaimana tidak, begitu banyak permasalahan sepertinya menemui jalan buntu.

Beberapa pekan terakhir ini, beberapa lembaga pemasyarakatan (lapas) rusuh. Sejumlah oknum petugas dan pejabat terlibat dalam pelanggaran berat, berdagang atau memfasilitasi perdagangan narkotika di dalam lapas.

Melampaui kapasitas

Banyak lapas yang jumlah narapidana dan tahanan melampaui kapasitas tampung. Perbandingan jumlah petugas dengan narapidana dan tahanan adalah 1 : 45, bahkan bisa lebih buruk bila dihitung dengan yang hanya bertugas untuk penjagaan.

KOMPAS.com/DENDI RAMDHANI Bagian depan Lapas Kelas II A Banceuy luluh lantak dilalap api pasca insiden kerusuhan pada Sabtu (24/4/2016) pagi.
Selain itu, pemenuhan hak-hak seperti ruang, makan, air bersih, sanitasi, informasi, dan lainnya masih jauh dari standar minimum yang telah menjadi komitmen dunia, melalui PBB sejak tahun 1955.

Permasalahan ini dapat dilihat dalam dua sisi analisis, yaitu dari sisi teknis pelaksanaan pemasyarakatan dan sisi makro struktural. Pada sisi teknis, narapidana dan tahanan yang sudah berjumlah lebih dari 180.000 (data Maret 2016) menjadi masalah utama.

Hal ini berdampak pada sulitnya memenuhi hak dan perlakuan sesuai standar minimal. Pada sisi teknis, sejumlah pelanggaran seperti perkelahian, pemilikan alat komunikasi hingga perdagangan narkotika, tidak lepas dari lemahnya pengawasan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com