Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Celah Birokrasi MA yang Bisa Dimanfaatkan Panitera "Nakal"

Kompas.com - 22/04/2016, 13:40 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penetapan tersangka Panitera Sekretaris PN Jakarta Pusat Edy Nasution dan permintaan pencegahan terhadap Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi oleh KPK menambah daftar panjang keterlibatan pegawai birokrasi pengadilan dalam mengatur sejumlah putusan.

Menurut peneliti dari Lembaga Independensi Peradilan (LeIP), Liza Farihah, hal tersebut menunjukkan bahwa proses penanganan perkara di Mahkamah Agung yang sangat panjang dan bertele-tele sering digunakan sebagai celah korupsi.

"Saya melihat fenomena ini diakibatkan karena alur penanganan perkara di MA tidak efektif. Mayoritas tersangka OTT KPK saat ini bukan hakim, melainkan pegawai birokrasi," ujar Liza saat memberikan keterangan pers di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Jumat (22/4/2016).

Liza menjelaskan, saat ini alur penanganan perkara yang tercantum dalam SKK MA Nomor 214 Tahun 2014 dinilai tidak efisien. (baca: Masalah Birokrasi Peradilan Dinilai Buat Panitera Bisa Jadi Aktor Mafia)

Penanganan perkara di MA melewati kurang lebih 27 tahapan, sejak berkas perkara diterima oleh Biro Umum sampai dengan dikirim kembali ke pengadilan.

Alur tersebut, kata Liza, melibatkan 3 unit kerja yang berbeda-bedan, yakni Biro Umum di bawah Badan Urusan Administrasi (BUA), Direktorat Pranata dan Tata Laksana (Pratalak) di bawah Dirjen Badan Peradilan, dan Kepaniteraan Muda (Panmud) di bawah Panitera MA.

Tidak jarang proses di satu tahapan, diulang di tahapan yang lain. (baca: Sekretaris MA Nurhadi Dicegah ke Luar Negeri)

"Saya menyoroti alurnya di MA tidak efektif, panjang dan bertele-tele. Ditambah lagi dengan keterbukaan informasi yang masih kurang," kata Liza.

Selain itu, Liza juga mengkritik proses minutasi putusan yang sangat lama. Berdasarkan SK tersebut, jangka waktu minutasi putusan paling lama 103 hari. (baca: Panitera PN Jakpus Dijanjikan Rp 500 Juta oleh Pemberi Suap)

Bahkan, menurut Liza, ada satu putusan yang proses minutasinya memakan waktu sampai 2 tahun. Sehingga, tidak mengherankan jika dalam tahapan ini, banyak celah yang dimanfaatkan oleh oknum tertentu.

Selain menunda salinan putusan, pemalsuan amar putusan pernah terjadi beberapa tahun lalu.

"Salah satu penyebab karena tebalnya putusan MA. Waktu yang dihabiskan untuk mengetik dan mengoreksi pun menjadi sangat lama," kata dia.

Oleh karena itu, ia merekomendasikan kepada MA untuk menyederhanakan format putusan.

(baca: KPK Duga Ada Kasus yang Lebih Besar dari Penangkapan Panitera PN Jakpus)

Di samping itu penyederhanaan alur penanganan perkara dengan memusatkan proses administrasi perkara di bawah panitera.

Hal itu untuk memudahkan proses monitoring penyelesaian perkara dan tahapan penanganan perkara menjadi efisien.

"MA harus melakukan simplifikasi format putusan. Di Belanda, putusan setingkat MA hanya terdiri dari 5-8 lembar," pungkasnya.

Kompas TV Panitera PN Jakpus Jadi Tersangka Suap
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com