Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perempuan dalam Bayang-bayang Jerat Korupsi

Kompas.com - 22/04/2016, 08:08 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -Di Hari Kartini tahun ini, ironi masih membayangi negeri ini. Semangat RA Kartini dalam menempatkan perempuan sebagai sebuah agen perubahan, nyatanya masih belum dapat dipenuhi sebagian perempuan.

Mereka justri terperosok dalam ke jurang korupsi dan akhirnya menjadi pesakitan. Bahaya korupsi memang begitu nyata.

Korupsi dapat dilakukan siapa saja, baik pejabat atau aparat pemerintah, swasta, maupun individu dan kelembagaan. Korupsi juga tak mengenal batas usia atau jenis kelamin.

Seiring dengan meningkatnya angka korupsi, jumlah perempuan yang terlibat dalam praktik kejahatan luar biasa ini juga semakin bertambah.

Berdasarkan statistik yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam situs acch.kpk.go.id, per 29 Februari 2016, KPK telah melakukan penyelidikan sebanyak 769 perkara, penyidikan 483 perkara, penuntutan 397 perkara, inkracht 323 perkara, dan eksekusi 343 perkara.

Dalam data KPK, setidaknya terdapat 48 perempuan yang pernah terlibat kasus korupsi.

Berikut beberapa perempuan yang harus berhadapan dengan KPK karena kasus korupsi:

KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda S Goeltom, terdakwa kasus dugaan suap cek perjalanan kepada anggota DPR periode 1999-2004 menjalani sidang vonis di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan, Kamis (27/9/2012). Majelis hakim menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara, denda Rp 100 juta, dan susbsider 3 bulan.
1. Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Miranda S Goeltom

Dalam kasusnya, Miranda dinyatakan terbukti bersama-sama Nunun Nurbaeti menyuap anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004, untuk memuluskan langkahnya menjadi Deputi Gubernur Senior BI pada 2004.

Adapun Nunun lebih dulu divonis dua tahun enam bulan penjara dalam kasus ini.

Meski pemberian suap tidak dilakukan Miranda secara langsung, majelis hakim menilai ada serangkaian perbuatan Miranda yang menunjukkan keterlibatannya.

Miranda dianggap ikut menyuap karena perbuatannya berhubungan dan berkaitan erat dengan perbuatan aktor lain, seperti Nunun Nurbaeti, serta anggota DPR 1999-2004, Hamka Yamdhu dan Dudhie Makmun Murod.

Perempuan yang sering tampil dengan gaya kepangan rambut itu dianggap terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

2. Nunun Nurbaeti, istri mantan Wakil Kepala Polri Komjen (Purn) Adang Darajatun

Kompas/ALIF ICHWAN Tersangka kasus dugaan suap cek perjalanan dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004, Nunun Nurbaeti, keluar dari Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (27/4/12). Kemarin penyidik KPK memeriksa Nunun sebagai saksi atas tersangka Miranda S Goeltom.
Pada 9 Mei 2012, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis penjara selama dua tahun enam bulan kepada Nunun.

Dia dianggap terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan memberi suap ke sejumlah anggota DPR 1999-2004 terkait pemenangan Miranda S Goeltom sebagai Dewan Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) 2004.

Selain hukuman penjara, Nunun yang pernah buron selama hampir dua tahun itu diharuskan membayar denda Rp 150 juta yang dapat diganti kurungan tiga bulan.

Selama dua tahun lebih, Nunun menghindari pemeriksaan dengan pergi ke luar negeri hingga akhirnya ditangkap di Bangkok, Thailand pada 10 Desember 2014.

Meski disebut buron, Nunun menolak diangga menghindari aparat penegak hukum. Dia mengaku selama ini melakukan pengobatan di luar negeri.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com