Dalam peristiwa Woyla, Pemerintah Thailand mengizinkan militer Indonesia melakukan operasi pembebasan.
Sementara dalam pembebasan kali ini, meski kekuatan militer Indonesia telah disiagakan untuk melakukan operasi pembebasan, Pemerintah Filipina terbentur dengan Section 25 Peraturan Peralihan Konstitusi mereka.
Dalam ketentuan itu Pemerintah Filipina dilarang menempatkan kekuatan militer asing di wilayahnya. Ini sebagai akibat trauma rakyat Filipina atas kehadiran pangkalan Amerika Serikat yang dikenal dengan nama Clark dan Subic.
Peristiwa pembebasan seorang WNI pada 2005 di Filipina Selatan pun tidak dapat dijadikan rujukan sempurna mengingat kali ini ada 14 WNI yang disandera dan belum diketahui apakah para penyandera memiliki garis komando dengan satu pemimpin.
Kompleksitas lain adalah orang-orang yang disandera tidak hanya dari Indonesia, tetapi juga dari berbagai negara. Karena itu, tidak mungkin Pemerintah Indonesia meminta otoritas Filipina untuk memberikan prioritas pembebasan atas warganya semata.
Kalaupun ada operasi militer yang dilancarkan oleh otoritas Filipina beberapa waktu lalu, operasi ini bukan dalam rangka pembebasan para sandera semata. Operasi militer dilakukan dengan tujuan utama untuk menumpas para pemberontak.
Kompleksitas yang dihadapi oleh pemerintah dalam melakukan pembebasan para sandera WNI kali ini menghendaki empat hal dari keluarga dan publik Indonesia.
Pertama, keluarga dan publik harus menyerahkan segala sesuatunya kepada pemerintah dan percaya bahwa pemerintah akan mengambil cara-cara terbaik agar para sandera WNI dibebaskan. Ini telah dijanjikan oleh pemerintah.
Kedua, keluarga dan publik tak seharusnya menekan pemerintah memenuhi deadline tertentu dalam proses pembebasan. Jika ini dilakukan, pemerintah akan mendapat tekanan tak hanya dari penyandera, tetapi juga dari keluarga dan publik.
Bahkan, tekanan dari keluarga dan publik sangat diharapkan oleh pembajak sehingga cara termudah yaitu membayar uang tebusan akan dilakukan.
Ketiga, keluarga dan publik tidak dapat menuntut transparansi pemerintah dalam upaya pembebasan. Kehausan informasi yang direfleksikan oleh media dapat mengurangi dan memengaruhi kelincahan pemerintah.
Bisa jadi berbagai tindakan yang direncanakan oleh pemerintah yang diberitakan oleh media dapat terpantau oleh para penyandera.
Terakhir, apa pun upaya pemerintah segala sesuatunya harus dijaga kerahasiaannya. Para pejabat tidak perlu dan tidak seharusnya mengumbar apa yang akan dilakukan.
Satu hal yang tidak diinginkan adalah apabila pernyataan pejabat di media terpantau oleh para penyandera dan dianggap sebagai pernyataan bermusuhan. Bukannya tidak mungkin ini akan berdampak pada keselamatan para sandera.