Meski dibesarkan oleh keluarga berpendidikan, namun Kartini menulis bahwa perempuan di kalangan bangsawan tetap sulit untuk mendapatkan hak atas pendidikan tinggi. Sebab, adat dan tradisi saat itu tidak membolehkan perempuan yang sudah akil baligh untuk keluar rumah, termasuk ke sekolah.
"Pada usia 12 tahun saya harus tinggal di dalam rumah. Saya harus masuk 'kotak'. Saya dikurung di dalam rumah, sama sekali terasing dari dunia luar. Saya tidak boleh kembali ke dunia itu selagi belum didampingi suami, seorang laki-laki yang asing sama sekali, yang dipilih orangtua kami untuk kami, tanpa sepengetahuan kami," tulis Kartini.
Namun, keluarga Kartini cenderung lebih terbuka. Hingga pada usia 16 tahun, Kartini masih boleh menikmati kehidupan di luar rumah. Kartini masih dibolehkan menikmati usia lajangnya.
"Alhamdulillah.. Alhamdulillah saya boleh meninggalkan penjara saya. Sebagai orang bebas yang tidak terikat kepada seorang suami yang dipaksakan kepada saya..."
"Pertama kali dalam hidup kami, kami diperkenankan meninggalkan kota kediaman kami dan ikut pergi ke Ibu Kota untuk menghadiri semua perayaan yang diselenggarakan di sana sebagai penghormatan kepada Sri Ratu (Belanda)."
Surat Kartini kepada Stella itu memperlihatkan antusiasme Kartini terhadap dunia luar. Karena itu, dapat dipahami bahwa korespondensi melalui surat menjadi salah satu cara bagi Kartini untuk mendapatkan pengetahuan mengenai dunia luar.
Korespondensi Kartini dengan Stella, juga sejumlah sahabat pena lain, terus berlangsung hingga beberapa tahun mendatang.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.