JAKARTA, KOMPAS.com - Kepahlawanan Raden Ajeng Kartini memang tidak dapat dinilai berdasarkan perjuangan fisik. Kartini, hanya dengan nama itu ia mau dipanggil, memang bukan pahlawan yang namanya besar karena perannya dalam suatu peperangan.
Nama Kartini dikenal karena pemikiran, ide, dan gagasannya yang terekam dengan baik melalui surat-suratnya. Sebagian besar pemikiran dan gagasan Kartini didapat setelah berkorespondensi dengan sejumlah sahabat pena.
Sejarawan Universitas Monash Dr Joost Cote (1995) menulis, korespondensi Kartini dengan sahabat penanya asal Belanda bermula berkat bimbingan Marie Ovink-Soer, istri dari seorang pegawai administrasi kolonial Hindia Belanda di Jawa Tengah.
Ovink-Soer pula yang mengenalkan Kartini kepada pergerakan feminisme di Belanda, termasuk jurnal De Hollandshce Lelie. Kepada jurnal itu, Kartini kemudian menulis bahwa dia mencari sahabat pena asal Belanda untuk bertukar pikiran.
Pegawai pos di Belanda bernama Estella Zeehandelar pun menanggapi dan mengirim surat kepada Kartini.
Kartini pun mengungkap alasannya ingin bertukar pikiran dengan sahabat pena, dalam surat balasannya kepada perempuan yang disapa Stella itu tertanggal 25 Mei 1899.
Berikut kutipan surat itu, seperti dikutip dari buku Surat-surat Kartini. Renungan tentang dan untuk Bangsanya (1979) yang diterjemahkan Sulastin Sutrisno:
"Saya ingin sekali berkenalan dengan seorang 'gadis modern', yang berani, yang mandiri, yang menarik hati saya sepenuhnya. Yang menempuh jalan hidupnya dengan langkah cepat, tegap, riang, dan gembira, penuh semangat dan keceriaan."
"Gadis yang selalu bekerja tidak hanya untuk kebahagiaan dirinya saja, tetapi juga berjuang untuk masyarakat luas, bekerja demi kebahagiaan banyak sesama manusia."
Dalam surat itu, Kartini juga memperkenalkan diri sebagai putri dari bupati Jepara.
"Tepatnya anak perempuan kedua. Saya mempunyai lima orang saudara laki-laki dan perempuan. Bukankah ini suatu kelimpahan? Almarhum kakek saya, Pangeran Ario Tjondronegoro dari Demak yang sangat menyukai kemajuan, adalah bupati di Jawa Tengah pertama yang membuka pintunya untuk tamu dari seberang lautan, yaitu peradaban Barat. Semua putranya, yang mengenyam pendidikan Eropa, mewarisi cintanya akan kemajuan (berpikir) ayah mereka."
Sebagai seorang yang besar di lingkungan bangsawan, adat istiadat merupakan hal yang melekat pada diri Kartini.
Kepada Stella, Kartini kemudian menceritakan kondisi perempuan di Hindia Belanda, yang sulit lepas dari belenggu adat. Sehingga, perempuan dianggap Kartini bagai hidup dalam bui.
Meski dibesarkan oleh keluarga berpendidikan, namun Kartini menulis bahwa perempuan di kalangan bangsawan tetap sulit untuk mendapatkan hak atas pendidikan tinggi. Sebab, adat dan tradisi saat itu tidak membolehkan perempuan yang sudah akil baligh untuk keluar rumah, termasuk ke sekolah.
"Pada usia 12 tahun saya harus tinggal di dalam rumah. Saya harus masuk 'kotak'. Saya dikurung di dalam rumah, sama sekali terasing dari dunia luar. Saya tidak boleh kembali ke dunia itu selagi belum didampingi suami, seorang laki-laki yang asing sama sekali, yang dipilih orangtua kami untuk kami, tanpa sepengetahuan kami," tulis Kartini.
Namun, keluarga Kartini cenderung lebih terbuka. Hingga pada usia 16 tahun, Kartini masih boleh menikmati kehidupan di luar rumah. Kartini masih dibolehkan menikmati usia lajangnya.
"Alhamdulillah.. Alhamdulillah saya boleh meninggalkan penjara saya. Sebagai orang bebas yang tidak terikat kepada seorang suami yang dipaksakan kepada saya..."
"Pertama kali dalam hidup kami, kami diperkenankan meninggalkan kota kediaman kami dan ikut pergi ke Ibu Kota untuk menghadiri semua perayaan yang diselenggarakan di sana sebagai penghormatan kepada Sri Ratu (Belanda)."
Surat Kartini kepada Stella itu memperlihatkan antusiasme Kartini terhadap dunia luar. Karena itu, dapat dipahami bahwa korespondensi melalui surat menjadi salah satu cara bagi Kartini untuk mendapatkan pengetahuan mengenai dunia luar.
Korespondensi Kartini dengan Stella, juga sejumlah sahabat pena lain, terus berlangsung hingga beberapa tahun mendatang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.