JAKARTA, KOMPAS.com — CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo akhirnya selesai menjalani pemeriksaan kedua sebagai saksi pada kasus dugaan korupsi dalam restitusi pajak PT Mobile 8 oleh penyidik Kejaksaan Agung, Senin (11/4/2016).
Hary Tanoe diperiksa selama lebih kurang 3,5 jam di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.
Hary terlihat keluar dari tempat pemeriksaan sekitar pukul 16.50 WIB dengan didampingi kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea. Seusai diperiksa, Hary Tanoe sempat menceritakan kepada wartawan perihal pemeriksaannya tersebut.
Menurut penuturannya, tidak ada hal baru yang ditanyakan oleh penyidik pemeriksaan dan sekadar pengulangan dari pernyataan-pernyataan yang telah ia utarakan sebelumnya.
"Enggak ada apa-apa, saya cuma menjawab beberapa pertanyaan yang sifatnya pengulangan," ujar Hary Tanoe, Senin (11/4/2016).
(Baca: Hotman: Dalam Kasus Mobile 8, Kejagung Tak Berwenang Periksa Hary Tanoe )
Hary mengatakan, sejak menjalani pemeriksaan siang tadi, penyidik mengajukan belasan pertanyaan kepada dirinya, termasuk soal dugaan pemberian instruksi pencarian uang kepada Direktur Utama PT Mobile 8, Hidayat.
Ia pun membantah telah memberikan instruksi kepada Hidayat.
"Belasan saja, pertanyaan awal-awal administratif, selebihnya substantif. Kalau substantifnya paling 10-an. Pertanyaan yang terkait pernyataan saya sebelumnya," kata Hary Tanoe.
Namun, Hary enggan untuk menjelaskan secara detail mengenai substansi dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penyidik kejaksaan. Kedatangan Hary Tanoe hari ini merupakan pemeriksaan kedua oleh Kejaksaan Agung.
(Baca: Ada Instruksi Pencairan Uang dalam Kasus Mobile 8, Hary Tanoe Akan Dipanggil Kejagung)
Sebelumnya, dia pernah diperiksa penyidik pada 17 Maret 2016. Namun, dari sejumlah pertanyaan yang diajukan, Hary lebih banyak menjawab lupa dan tidak tahu.
Oleh karena itu, untuk pemeriksaan hari ini, penyidik ingin mengonfirmasi kesaksian dari Direktur Utama PT Mobile 8, Hidayat, mengenai instruksi pencairan uang.
"Ada beberapa instruksi, laporan, dari HT kepada Hidayat. Instruksi terkait pencairan uang dan pendistribusian uang," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah.
Kejaksaan Agung menemukan transaksi fiktif yang dilakukan dengan PT Jaya Nusantara pada rentang 2007-2009. Pada periode 2007-2009 yang lalu, PT Mobile 8 melakukan pengadaan ponsel berikut pulsa dengan nilai transaksi Rp 80 miliar.
(Baca: Hary Tanoe: Saya Tidak Mungkin Jadi Tersangka)
PT Djaya Nusantara Komunikasi ditunjuk sebagai distributor pengadaan. Ternyata, PT Djaya Nusantara Komunikasi dianggap tak mampu membeli barang dalam jumlah itu.
Akhirnya, Kejaksaan menilai bahwa transaksi itu direkayasa seolah-olah terjadi perdagangan dengan membuatkan invoice sebagai fakturnya.
Pada pertengahan 2008, PT Djaya Nusantara Komunikasi menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 dengan total nilai sekitar Rp 114 miliar.
Faktur pajak itu diterbitkan agar seolah-olah terjadi transaksi pada dua perusahaan.
Faktur pajak itu kemudian digunakan PT Mobile 8 untuk mengajukan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada negara melalui KPP di Surabaya agar perusahaannya masuk bursa Jakarta pada 2009.
PT Mobile 8 akhirnya menerima pembayaran restitusi meski tidak berhak karena tidak ada transaksi. Akibatnya, diduga negara mengalami kerugian sebesar Rp 10 miliar.