JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung kembali memanggil CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo terkait dugaan korupsi dalam restitusi pajak PT Mobile 8. Namun, kuasa hukum Hary, Hotman Paris Hutapea, menyatakan bahwa kliennya berhalangan hadir memenuhi panggilan penyidik.
"Hari ini Pak HT memang diperiksa, tapi berhalangan hadir karena sedang berada di luar kota," ujar Hotman saat dihubungi, Rabu (6/4/2016).
Hotman enggan menjelaskan ada kepentingan apa Hary di luar kota. Ia meminta pemeriksaan terhadap kliennya diundur pekan depan. Surat permintaan itu akan diantarkan ke Kejagung.
"Kita minta diundur tanggal 11," kata Hotman.
Hary sudah pernah dileriksa penyidik pada 17 Maret 2016. Saat itu, Hary mengaku banyak pertanyaan yang tidak dijawab karena ia tidak tahu.
"Pemeriksaan lebih banyak ngobrol dan banyak jawaban tidak tahu," ujar Hary.
Ia mengatakan bahwa pemeriksaannya agak lama karena menjelaskan identitas diri dan sejumlah perusahaan yang dia miliki.
Hary mengaku tidak tahu apa yang membuat Mobile 8 menjadi perkara karena itu merupakan kegiatan operasional perusahaan.
Meski begitu, ia yakin bahwa tidak ada yang salah dalam perpajakan Mobile 8.
Kejaksaan Agung menemukan transaksi fiktif yang dilakukan dengan PT Jaya Nusantara pada rentang 2007-2009.
Pada rentang waktu itu, PT Mobile 8 melakukan pengadaan ponsel berikut pulsa dengan nilai transaksi Rp 80 miliar.
PT Djaya Nusantara Komunikasi ditunjuk sebagai distributor pengadaan. Ternyata, PT Djaya Nusantara Komunikasi tak mampu membeli barang dalam jumlah itu.
Transaksi itu diduga direkayasa sehingga seolah-olah terjadi perdagangan dengan membuatkan invoice sebagai fakturnya.
Pada Desember 2007, PT Mobile 8 mentransfer uang kepada PT Djaya Nusantara Komunikasi sebanyak dua kali dengan nilai masing-masing Rp 50 miliar dan Rp 30 miliar.
Pada pertengahan 2008, PT Djaya Nusantara Komunikasi menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 dengan total nilai sekitar Rp 114 miliar. Faktur pajak itu diterbitkan agar seolah-olah terjadi transaksi pada dua perusahaan.
Faktur pajak itu kemudian digunakan PT Mobile 8 untuk mengajukan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada negara melalui KPP di Surabaya agar perusahaannya masuk bursa Jakarta pada 2009.
PT Mobile 8 akhirnya menerima pembayaran restitusi meski tidak berhak karena tidak ada transaksi. Akibatnya, ada dugaan bahwa negara mengalami kerugian sebesar Rp 10 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.