Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Operasi Tangkap Tangan KPK dan Percobaan Penyuapan Jaksa

Kompas.com - 07/04/2016, 09:45 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Suasana di pelataran Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (31/3/2016), tiba-tiba ramai. Puluhan awak media tampak berbincang sambil berjaga-jaga menanti datangnya sumber informasi dari lembaga antirasuah tersebut.

Sejak Kamis siang, berhembus kabar bahwa KPK kembali melakukan operasi tangkap tangan. Satu per satu pemberitaan di media online mulai ramai dengan informasi yang membenarkan kabar tersebut dari berbagai sumber.

Kabar adanya operasi tangkap tangan tersebut semakin diperkuat dengan sedikit keterangan yang diberikan pimpinan KPK melalui pesan singkat.

Salah satunya, informasi tersebut dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.

"Benar," kata Saut melalui pesan singkat, saat dikonfirmasi mengenai kabar tersebut.

Tak lama berselang, muncul informasi tambahan bahwa yang terjaring dalam operasi tangkap tangan tersebut adalah seorang oknum jaksa.

Lebih spesifik, bahkan kabar menyebutkan bahwa oknum jaksa tersebut bertugas di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Sekali lagi, kabar tersebut ternyata juga dibenarkan oleh Saut.

"Jaksa (Kejati DKI)," kata Saut.

Selang satu atau dua jam setelah informasi tersebut beredar di berbagai media, dua pejabat tinggi di Kejaksaan Agung tiba-tiba mendatangi Gedung KPK.

Keduanya, yakni Jaksa Agung Intelijen Adi Toegarisman dan Sekretaris Jaksa Agung Muda Pengawasan Jasman Pandjaitan.

Kompas TV Peranan 3 Tersangka dalam Kasus Suap Kejati


Saat baru tiba, keduanya mengaku belum mengetahui apa-apa mengenai kabar operasi tangkap tangan tersebut.

Keduanya beralasan ingin mencari tahu langsung kabar tersebut kepada KPK. Kedua jaksa itu keluar dari Gedung KPK setelah sekitar satu jam bertemu pimpinan KPK.

Saat hendak meninggalkan Gedung KPK, keduanya mengkonfirmasi bahwa benar ada operasi tangkap tangan. Namun, keduanya tidak menjelaskan apakah ada oknum jaksa yang ditangkap.

Keduanya tiba-tiba mengklaim bahwa penangkapan tersebut terlaksana atas kerja sama KPK dan Kejaksaan.

"Ini hasil kerja sama operasi gabungan kami dengan KPK. Hasilnya kita akan lihat besok," ujar Adi.

Tak ada penangkapan jaksa

Masih pada hari yang sama, berhembus lagi kabar bahwa yang ditangkap tangan oleh KPK bukanlah jaksa. Kali ini, informasi dibenarkan oleh Ketua KPK Agus Rahardjo.

"Pemberinya yang di-OTT," kata Agus melalui pesan singkat, Kamis malam.

Keesokan harinya, KPK mengadakan jumpa pers mengenai penangkapan tersebut. Jamintel Adi Toegarisman ikut mendampingi pimpinan KPK saat menjelaskan kronologi penangkapan.

KPK membenarkan bahwa tidak ada oknum jaksa yang ditangkap pada Kamis itu. Dari hasil tangkap tangan, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka.

Ketiganya, yakni Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko, Senior Manager PT Brantas Abipraya Dandung Pamularno, dan seorang pihak swasta bernama Marudut.

Kompas TV KPK Sita Bukti Ratusan Ribu Dollar AS


PT Brantas Abipraya merupakan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang konstruksi.

Dari operasi tangkap tangan, ditemukan uang 148.835 dollar AS atau Rp 1.934.855.000 (kurs 1 dollar AS = Rp 13.000) dari Dandung dan Marudut.

Ketua KPK mengakui bahwa uang yang disita dari ketiganya rencananya akan diberikan kepada oknum di Kejati DKI Jakarta.

Diduga uang itu akan diberikan kepada Kejati DKI Jakarta untuk menghentikan penyelidikan kasus korupsi yang ditangani lembaga itu.

Adapun, perkara yang dimaksud adalah penyelidikan terkait dugaan penyalahgunaan anggaran untuk pembuatan iklan di PT Brata Abipraya (BA).

Diduga, Direktur Keuangan PT BA Sudi Wantoko yang dijerat KPK tidak dapat mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran itu.

Meski demikian, ada yang tidak biasa dalam operasi tangkap tangan ini. Biasanya, seusai tangkap tangan, KPK menetapkan tersangka seorang penyelenggara negara yang diduga berperan sebagai pemberi maupun penerima suap.

Namun, dalam kasus ini, meski menetapkan tiga orang sebagai tersangka pemberi suap, KPK belum bisa menjelaskan siapa pihak yang jadi penerima suap.

Pasalnya, tidak ada penerima yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan. Dua orang yang segera diperiksa penyidik KPK dalam kasus ini adalah Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Tomo Sitepu.

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief mengatakan, dari pemeriksaan awal terdapat indikasi bahwa Sudung dan Tomo mengetahui rencana pemberian uang suap tersebut.

Meski demikian, hal tersebut masih ditelusuri oleh penyidik KPK.

Percobaan penyuapan

KPK mulai memeriksa ketiga tersangka pada Selasa (5/4/2016). Dalam agenda pemeriksaan, tertulis bahwa ketiganya diperiksa dalam dugaan tindak pidana korupsi percobaan pemberian hadiah atau janji berkaitan dengan penghentian penanganan perkara tipikor PT BA di Kejati DKI Jakarta.

Terkait dengan kategori percobaan penyuapan tersebut, Syarief angkat bicara. Menurut dia, kasus tersebut sebenarnya belum bisa ditetapkan sebagai tindak pidana percobaan.

Penyidik, menurut Syarief, masih melakukan penelitian untuk menyusun isi dakwaan. Pasal-pasal yang disangkakan, menurut dia, akan ditentukan setelah penyidik merampungkan semua pemeriksaan.

Syarief memberi keyakinan bahwa penyidik KPK pasti mampu menentukan siapa penerima suap di internal Kejati DKI tersebut.

"Sedang dibangun kasusnya, mana pasal yang pas untuk itu dan kita belum menentukan lewat gelar perkara. Kalau sudah gelar perkara, kita tentukan norma hukumya," kata Syarief.

Perlu hati-hati

Mantan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, mengatakan, dalam percobaan penyuapan, penyidik perlu lebih berhati-hati dalam melakukan penyidikan.

Untuk menjerat calon penerima suap, menurut Bambang, penyidik harus benar-benar memastikan bahwa tindakan penyuapan sudah terlaksana, sehingga ada dua pihak yang terlibat.

Selain itu, menurut Bambang, dalam kasus ini perlu diselidiki siapa yang punya kepentingan terlebih dahulu dan siapa yang memiliki intensi lebih banyak.

Jika calon penerima suap sudah mengerti mengenai pemberian hadiah, maka bisa jadi sudah ada kesepakatan antara kedua pihak sebelumnya.

"Kita harus hati-hati, karena ini percobaan penyuapan. Ini mesti dilihat benar intensinya itu lebih besar ke mana, dan tidak terjadi penyuapan itu karena apa," kata Bambang di Gedung KPK, Rabu (6/4/2016).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com