JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengakui bahwa kementeriannya seringkali disalahkan jika ada bandar narkoba yang terindikasi melakukan bisnis narkoba dari dalam penjara.
Menurut Yasonna, penjagaan dan pengawasan lembaga pemasyarakatan seharusnya menjadi tanggung jawab bersama.
"Seolah-olah kami ini biang kerok persoalan narkoba. Padahal 5 juta pengguna narkoba itu menjadi tanggung jawab bersama-sama, dan ini menjadi gerakan nasional," ujar Yasonna di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Senin (4/4/2016).
Mengenai penjagaan di lapas, Yasonna mengatakan, Kemenkumham dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri sebenarnya pernah melakukan penandatanganan nota kesepahaman.
Keduanya sepakat untuk mengerahkan personel di Lapas Gunung Sindur.
Selain bersama Bareskrim Polri, Kemenkumham juga melakukan kesepakatan kerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN).
Menurut Yasonna, Kemenkumham meminta agar BNN ikut mengawasi bandar-bandar narkotika di dalam lapas.
Namun, menurut Yasonna, kesepakatan bersama tersebut tidak sesuai dengan keinginan Kemenkumham. Kenyataannya, pengawasan dan penjagaan lapas hanya dilakukan oleh Kemenkumham.
"Kami minta BNN supaya ikut menjaga, tapi masih tetap kita juga. Maunya kan dikirim juga. Nanti terjadi sesuatu kita lagi disalahkan," kata Yasonna.
Menurut Yasonna, jika kerja sama tersebut berjalan efektif, 50 persen peredaran narkoba yang dikendalikan di dalam lapas dapat dicegah.
Sebagai contoh, BNN dan Polri dapat mengerahkan personel yang ahli dalam teknologi untuk melacak pergerakan para bandar narkoba.
"Misalnya pakai ponsel, kan bisa ditangkap servernya di mana, koordinatnya di mana. Misalnya di Lapas Cipinang, ya sudah kita gasak sama-sama di mana orangnya itu," kata Yasonna.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.