Terbelakang
Potensi alam dan lokasi strategis tidak menjamin kemakmuran warga Natuna yang masih terbelakang hingga kini.
Mantan Camat Natuna yang baru terpilih sebagai bupati dalam Pilkada Desember 2015, Hamid Rizal, menceritakan, sejak tahun 1970-an dan 1980-an dirinya bertugas, Natuna seperti dilupakan.
"Tentara dari Paskhas dan Marinir saja yang aktif bertugas di sini. Ketika itu, saya bagi-bagi tugas kepada tentara yang dinas di sini agar ada tambahan penghasilan dan kebutuhan pokok. Ini daerah strategis kepulauan, pemerintah pusat semestinya memperhatikan khusus," kata Hamid Rizal yang asli putra Melayu Kepulauan.
Dia berharap ada sumber gas yang bisa dimanfaatkan untuk listrik warga dan membangun industri perikanan di Natuna.
"Saya prioritaskan pada listrik, air bersih, dan jalan. Dalam tiga tahun terakhir saya cek ada dana Bansos keluar Rp 1,1 triliun tapi tak jadi apa-apa. Jalan yang dibeton pun dana dari Provinsi Kepulauan Riau, bukan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Natuna," kata Hamid Rizal yang mengikuti pendidikan di Secapa TNI AD dan anggota kehormatan Korps Paskhas TNI AU.
Komunikasi internet pun sulit di Natuna. Padahal, di sana terdapat jalur serat optik komunikasi Semenanjung Malaya dan Sabah-Sarawak yang memiliki kapasitas tinggi.
Untuk pasokan logistik di Natuna, menurut Hamid Rizal, didatangkan dari Pontianak, Kalimantan Barat. Untuk akses ke Natuna, ada transportasi udara terjadwal ke Batam dan pesawat militer atau angkutan milik perusahaan migas melayani penerbangan ke Jakarta.
Dipagari kemakmuran
Dalam seminar perbatasan yang diadakan Fraksi PDI-P tahun 2012, politisi PDI-P yang saat ini menjadi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengingatkan, perbatasan itu pertama-tama dipagar dengan kemakmuran, bukan bedil.
"Sejahtera dulu baru dibangun kekuatan militer seiring pertumbuhan ekonomi," kata Ganjar.