Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Kasus Siyono, Busyro Muqoddas Ingin Densus 88 Lebih Transparan

Kompas.com - 31/03/2016, 19:48 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM, dan Kebijakan Publik Busyro Muqoddas menuturkan, pihaknya akan terus melanjutkan upaya advokasi terkait kasus kematian terduga teroris Siyono.

Siyono tewas saat dalam penahanan Detasemen Khusus 88 (Densus 88).

Upaya advokasi melalui Majelis Hukum dan HAM Muhammadiyah itu, menurut Busyro, dilakukan untuk meminta transparansi dari Densus 88 atas kematian Siyono yang dianggap yang tak wajar.

"Pakai logika umum common sense, (jika Siyono gembong teroris), gembong itu kan membahayakan, lha kalau membahayakan kenapa dia dimatikan?" kata Busyo usai mengisi acara diskusi di Kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (31/3/2016). 

"Kenapa tidak dilumpuhkan kakinya saja lalu dibawa ke pengadilan atau fair trial?" ujarnya.

Busyro melanjutkan, nanti jaksa bisa memberikan pertanyaan dan mengkoreksi. Hakim juga bisa memutuskan, dan publik memperoleh hak transparansi.

Sedangkan jika sudah seperti ini, kata Busyro, maka pembuktian tak bisa didapatkan langsung dari pernyataan Siyono melainkan hanya stigma gembong teroris yang melekat.

Ia pun mencurigai motif di balik penolakan warga setempat terhadap rencana otopsi jenazah Siyono.

Menurut Busyro, otopsi dilindungi oleh payung hukum sehingga pihak yang menghalangi dapat dikatakan melawan hukum. Padahal, lanjut dia, apa pun hasil otopsinya dapat menjadi koreksi bagi Polri sendiri.

Sebabnya, kepolisian merupakan lembaga publik yang bekerja menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Karena itu penggunaan dananya juga diharapkan bisa lebih transparan.

"PPATK harus masuk, BPK juga harus melakukan audit, penyadapan harus diaudit. Mengapa Komisi III itu yang dikejar-kejar itu cuma KPK tapi Densus tak pernah diaudit padahal langsung bersinggungan dengn HAM, nyawa seseorang," tutur Busyro.

"Nah ini banyak absurditas. Ketidaknormalan proses-proses di seputar Siyono ini," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat: Permintaan Maaf PDI-P Atas Kadernya yang Melanggar Konstitusi untuk Mendapatkan Simpati Publik

Pengamat: Permintaan Maaf PDI-P Atas Kadernya yang Melanggar Konstitusi untuk Mendapatkan Simpati Publik

Nasional
Megawati: Sekarang Tuh Hukum Versus Hukum, Terjadi di MK, KPK, KPU

Megawati: Sekarang Tuh Hukum Versus Hukum, Terjadi di MK, KPK, KPU

Nasional
Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali jadi Ketua Umum PDIP

Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali jadi Ketua Umum PDIP

Nasional
Ditinggal Jokowi, PDI-P Disebut Bisa Menang Pileg karena Sosok Megawati

Ditinggal Jokowi, PDI-P Disebut Bisa Menang Pileg karena Sosok Megawati

Nasional
Rakernas V PDI-P Rekomendasikan ke Fraksi DPR Dorong Kebijakan Legislasi Tingkatkan Kualitas Demokrasi Pancasila

Rakernas V PDI-P Rekomendasikan ke Fraksi DPR Dorong Kebijakan Legislasi Tingkatkan Kualitas Demokrasi Pancasila

Nasional
Ganjar Yakin Megawati Sampaikan Sikap Politik PDI-P untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran Saat Kongres Partai

Ganjar Yakin Megawati Sampaikan Sikap Politik PDI-P untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran Saat Kongres Partai

Nasional
Persiapan Peluncuran GovTech Makin Matang, Menteri PANRB: Langkah Akselerasi Transformasi Digital Indonesia

Persiapan Peluncuran GovTech Makin Matang, Menteri PANRB: Langkah Akselerasi Transformasi Digital Indonesia

Nasional
Megawati Minta Krisdayanti Buatkan Lagu 'Poco-Poco Kepemimpinan', Sindir Pemimpin Maju Mundur

Megawati Minta Krisdayanti Buatkan Lagu "Poco-Poco Kepemimpinan", Sindir Pemimpin Maju Mundur

Nasional
Marinir TNI AL Persiapkan Satgas untuk Jaga Perbatasan Blok Ambalat

Marinir TNI AL Persiapkan Satgas untuk Jaga Perbatasan Blok Ambalat

Nasional
PDI-P Perketat Sistem Rekrutmen Anggota, Ganjar: Itu Paling 'Fair'

PDI-P Perketat Sistem Rekrutmen Anggota, Ganjar: Itu Paling "Fair"

Nasional
Coba Itung Utang Negara, Megawati: Wow Gimana Ya, Kalau Tak Seimbang Bahaya Lho

Coba Itung Utang Negara, Megawati: Wow Gimana Ya, Kalau Tak Seimbang Bahaya Lho

Nasional
Megawati: Kita Cuma Seperempat China, Gini Saja Masih Morat-Marit dan Kocar-Kacir Enggak Jelas

Megawati: Kita Cuma Seperempat China, Gini Saja Masih Morat-Marit dan Kocar-Kacir Enggak Jelas

Nasional
PDI-P Perketat Diklat untuk Caleg Terpilih Sebelum Bertugas

PDI-P Perketat Diklat untuk Caleg Terpilih Sebelum Bertugas

Nasional
Pengamat Sebut Hasil Rakernas 5 PDI-P Jadi Sinyal Partai Banteng Oposisi Prabowo-Gibran

Pengamat Sebut Hasil Rakernas 5 PDI-P Jadi Sinyal Partai Banteng Oposisi Prabowo-Gibran

Nasional
98 Persen Jemaah Gelombang Pertama Belum Pernah Berhaji

98 Persen Jemaah Gelombang Pertama Belum Pernah Berhaji

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com