Saya ingat saat SBY mengkritik menteri-menteri Jokowi yang dinilai tidak kompak. Hasilnya, banyak tanggapan berupa status di media sosial bernada nyinyir yang menyebutkan, “Menteri-menteri bapak memang lebih kompak. Sampai memakai baju oranye (seragam tahanan KPK) bersama-sama.”
Memberi Solusi
Selain itu, sebagai pengkritik, kita musti bertanya, sudahkah kita menawarkan solusi untuk apa yang kita anggap kurang benar? Ada sebuah cerita dari India yang menggambarkan soal kritik tanpa solusi dengan menarik.
Suatu ketika ada seorang pelukis muda yang baru saja lulus dari sekolah seni. Untuk menguji apakah ia sudah pandai melukis, ia menaruh salah satu lukisannya di jalan yang ramai, lalu menuliskan pesan, “Saya adalah pelukis baru. Mungkin ada beberapa kesalahan pada lukisan saya. Silakan beri tanda silang di tempat saya membuat kesalahan.”
Ia lalu meninggalkan tempat itu beserta sejumlah pensil agar orang bisa memberi tanda pada lukisannya.
Sore harinya, saat ia kembali ke jalan itu, dia mendapati lukisannya sudah dipenuhi tanda silang. Beberapa orang bahkan menambahkan komentar pada ruang-ruang di kanvasnya itu.
Melihat kenyataan tersebut, ia menjadi sedih dan putus asa. Ia pun pergi kepada gurunya dengan perasaan galau. “Saya ternyata tidak bisa melukis. Saya tidak berbakat. Orang tidak menghargai karya saya,” ujarnya.
Sang guru tersenyum dan berkata, “Muridku, saya akan buktikan kamu adalah pelukis hebat. Kita akan melakukan percobaan sekali lagi.”
Sang guru kemudian minta murid itu untuk melukis persis dengan lukisan pertama, lalu kembali memajangnya di jalan yang ramai.
Namun kali ini ia diminta menuliskan pesan yang berbeda: “Saya adalah pelukis baru. Mungkin ada beberapa kesalahan pada lukisan saya. Saya menyediakan kuas dan cat warna. Kalau Anda menemukan sesuatu yang kurang sempurna, silakan perbaiki agar menjadi lebih baik.”
Sorenya, saat ia melihat lukisan itu, ia terkejut karena lukisannya tidak berubah. Tidak ada seorangpun yang menyentuhnya. Esok harinya dan hari-hari setelahnya, lukisan itu masih seperti apa adanya. Tidak satupun yang melakukan perbaikan pada lukisannya.
Ketika ia menyampaikan hal itu pada gurunya, sang guru berkata, “Tahulah kamu, memang lebih mudah bagi seseorang untuk mengkritik. Namun banyak dari orang-orang itu sebenarnya tidak bisa memberi solusi agar menjadi lebih baik.”
Kembali pertanyaan untuk kita: Apakah kita menawarkan solusi atas kritik yang kita lontarkan. Ataukah kita hanyalah haters yang gagal move on?
Jangan-jangan kita mengeluhkan kemacetan dan banjir, sementara kita sendiri anti memakai transportasi umum atau suka buang sampah sembarangan. Bila itu yang terjadi, kita bukan memberi solusi, tapi menjadi bagian masalah.
Mereka yang dikritik