Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah di Balik Dua Versi Diorama Supersemar di Monas

Kompas.com - 11/03/2016, 15:14 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Peneliti sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam, saat menghadiri sebuah diskusi mengenai Supersemar di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (10/3/2016).
Citra melalui diorama

Sementara itu, peneliti sejarah dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asvi Warman Adam, mengatakan, diorama tersebut justru menggambarkan peristiwa tiga jenderal bertemu dengan Soeharto sebelum berangkat ke Istana Bogor.

Diorama yang ada di Monas, kata Asvi, sudah dirancang pada tahun 1964, kemudian mengalami berbagai perubahan pada masa era Orde Baru tahun 1970.

"Diorama yang terkait Soekarno seperti lahirnya Pancasila 1 Juni, Dekrit Presiden 1959 dan Ganefo 1963 dihilangkan dan diganti dengan diorama Kesaktian Pancasila 1 Oktober. Diorama Supersemar ditambahkan belakangan," kata Asvi, kepada Kompas.com, di Jakarta, Minggu (6/3/2016).

Asvi menjelaskan, diorama Supersemar dibuat pada tahun 1976 dengan melakukan rekonstruksi terlebih dahulu di Jalan Agus Salim, kediaman Soeharto sebelum pindah ke kawasan Sendana.

Rekonstruksi itu dihadiri sendiri oleh Presiden Soeharto, Jenderal Amir Machmud, Jenderal Jusuf, Nugroho Notosusanto dan Edhi Sunarso.

Terjadi diskusi apakah Soeharto ingin digambarkan memakai seragam lengkap tentara atau memakai piyama.

Akhirnya digambarkan Soeharto sedang terbaring di tempat tidur, sedangkan tiga orang jenderal duduk di kursi di samping ranjang.

Menurut analisis Asvi, apabila Soeharto digambarkan memakai seragam, tampaknya kurang masuk akal.

Diberitakan, pada tanggal 11 Maret 1966 Soeharto tidak menghadiri sidang kabinet karena sakit.

Sebaliknya, jika memakai piyama akan tampak kurang berwibawa.

Melalui diorama tersebut, menurut Asvi, sebenarnya Soeharto ingin menyampaikan pesan bahwa ia adalah pihak yang pasif, sedangkan ketiga jenderal itu aktif pada masa-masa peralihan kekuasaan.

"Itu menurut keterangan dari Edhi Sunarso sendiri saat diwawancarai McGregor untuk bahan disertasi. Edhi Sunarso bilang diorama itu untuk memperlihatkan kepasifan Soeharto. Seakan ia tidak berniat apalagi bernafsu untuk mengambil kekuasaan," kata Asvi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com