Untuk itu, Ade lebih memilih untuk mengikrarkan diri sebagai kader yang ingin memiliki peran lebih dalam mempersatukan Golkar yang sedang memasuki fase rekonsiliasi.
"Bukan deklarasi ya, tapi mengikrarkan diri sebagai kader yang merekonsiliasikan Golkar, mengkonsolidasikan Golkar, mensolidkan Golkar, dan membawa Golkar sebagai partai yang kuat," kata Misbakhun.
Konsolidasi ke daerah pun dilakukan. Misbakhun optimistis, lebih dari 30 persen DPD Partai Golkar akan memberikan dukungan kepada Ade. Hal itu sesuai dengan syarat pencalonan yang ditentukan di dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai (AD/ART).
Dia mengatakan, dari 34 DPD I Partai Golkar, sebelas diantaranya menyampaikan dukungan langsung dengan cara menemui Ade di Jakarta.
Kesebelas DPD itu yakni Lampung, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, NTT, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua, Papua Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo.
Supersemar
Pemilihan tempat dan waktu pelaksanaan pengucapan ikrar yang dilakukan Ade Komarudin rupanya menimbulkan pertanyaan tersendiri.
Menurut pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Pangi Syarwi Chaniago, bukan Golkar namanya jika tak pandai memainkan semiotika bahasa politik.
"Rencana Akom deklarasi 11 maret bertepatan dengan peringatan 50 tahun Supersemar. Banyak pesan dan simbol politik yang mau kirimkan ke benak publik oleh Akom," kata Pangi dalam pesan singkatnya, Rabu (9/3/2016).
Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret merupakan surat yang ditandatangani Presiden Soekarno pada 11 Maret 1966.
Surat itu berisi instruksi kepada Soeharto selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.
Surat itu juga diyakini sebagai cikal bakal diserahkannya kepemimpinan Soekarno kepada Soeharto.
Menurut Pangi kekacauan yang terjadi di tubuh Golkar saat ini tak jauh berbeda dengan kekacauan yang terjadi di Indonesia di bawah masa kepemimpinan Soekarno saat itu.
Diperlukan peralihan kekuasaan agar Golkar siap dalam menghadapi dinamika politik yang akan terjadi di masa mendatang. Salah satu hal yang disoroti Pangi yakni latar belakang pimpinan Golkar.
Selama ini, Golkar dikenal sebagai partai saudagar lantaran para dedengkotnya memiliki latar belakang itu. "Nah, Akom ingin mengisyaratkan saat peralihan kekuasaan dari politisi saudagar ke politisi berbasis kader dan nilai idealisme politik," kata dia.