Namun, beberapa pekan lalu, tim dikejutkan dengan laporan hot spot di wilayahnya dari Mabes Polri. Setelah dicek, rupanya titik api itu berasal dari pembakaran jerami usai petani padi panen.
"Saya kejar dengan Polisi Babinkamtibmas naik motor, ternyata bukan kejadian besar. Ya tapi kami imbau petani untuk mematikan api itu," cerita Suliyan.
Dengan segala persiapan yang ada, Suliyan yakin kebakaran hutan dan lahan di wilayah kekuasaannya tahun ini lebih kecil dibanding tahun lalu.
Pesan untuk Presiden
Menjadi ujung tombak pemerintah bukan berarti kesejahteraan mereka terjamin. Salah seorang Anggota Manggala Agni, Muslim, bercerita bahwa dia hanya mendapat honor Rp 1,6 juta per bulan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
Dengan pola kerja yang tidak menentu serta risiko yang dihadapi, Muslim yang memiliki seorang istri dan tiga anak yang masih kecil-kecil merasa, uang itu tidaklah seberapa.
"Ya untungnya istri saya di kampung, jual-jual baju. Jadi ada tambahanlah. Nah, kalau yang lain yang enggak punya sampingan gimana?" ujar dia.
"Makanya, mungkin Bapak Presiden atau para pejabat lainnya bisa beri kami kesejahteraan. Status kami juga tidak jelas, kami ini sudah dianggap ujung tombak, tapi ya begini saja," tutur Muslim.
Satu-satunya yang membuat Muslim dan para kawannya bertahan adalah kecintaannya pada alam.
Kekompakan yang telah mengubah mereka menjadi saudara satu sama lain itu juga menambah ketabahan mereka.
Bahkan, hal itu membuat mereka semakin dapat diandalkan sebagai ujung tombak pemerintah demi tidak terulangnya kembali bencana asap 2015. Ya, nasib si ujung tombak...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.