Di sebuah ruangan berlapis karpet tebal, di Jakarta Convention Center, sejumlah ketua Dewan Pengurus Daerah Partai Golkar tingkat provinsi menitikkan air mata.
Mereka memohon agar Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie tidak mengikuti keinginan pemerintah untuk menyelenggarakan musyawarah nasional luar biasa.
Saat itu, Senin (25/1) malam, beberapa jam menuju penutupan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar. Selama sekitar 30 menit, 34 ketua DPD tingkat provinsi melobi Aburizal sebelum ia mengambil keputusan.
Ada dua opsi, yaitu menyelenggarakan musyawarah nasional luar biasa (munaslub) atau memilih menunggu rampungnya proses hukum.
Dalam kesempatan itu, ketua DPD meminta Aburizal tetap memperjuangkan landasan hukum DPP Golkar hasil Munas Bali 2014. Aburizal diminta tidak memutuskan penyelenggaraan munaslub, yang diyakini adalah keinginan pemerintah.
Namun, kehendak Aburizal sudah pasti. Malam itu, jelang dini hari, rapimnas ditutup dengan rekomendasi munaslub digelar sebelum Mei atau Juni 2016.
Sudah satu bulan berlalu sejak malam penutupan rapimnas itu. Pemerintah telah memilih menghidupkan DPP Golkar hasil Munas Riau 2009.
Tidak ada lagi kubu Munas Bali atau kubu Munas Jakarta. Munas akan diselenggarakan di bawah DPP Golkar hasil Munas Riau, pertengahan April mendatang.
Proses hukum
Sekilas, sampai saat ini semua terkesan baik-baik saja. Jalan keluar politik telah dipilih dan Golkar akan segera memiliki ketua umum baru. Namun, dinamika baru masih bisa muncul karena proses hukum belum sepenuhnya selesai.
Saat ini, masih ada satu putusan yang belum keluar terkait konflik Partai Golkar, yaitu putusan tingkat kasasi yang merupakan kelanjutan gugatan terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memenangkan kubu Munas Bali.
Jika nanti keluar, putusan MA itu akan menjadi putusan berkekuatan hukum tetap terakhir terkait konflik Golkar.
Tentu muncul pertanyaan, buat apa menunggu hasil putusan MA itu? Toh, saat ini kepengurusan yang berlaku adalah hasil Munas Riau? Bukankah solusi lewat jalur hukum tinggal sejarah?
Terkait pertanyaan itu, ada baiknya mengingat pertemuan 18 Desember 2015 antara Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua Umum Golkar hasil Munas Bali Aburizal Bakrie, dan Ketua Umum Golkar hasil Munas Jakarta Agung Laksono.
Pada pertemuan itu, dicapai kesepakatan yang melahirkan skema penyelamatan Golkar.
Saat itu, disepakati, Partai Golkar kembali ke DPP Munas Riau jika pemerintah mencabut SK pengesahan DPP hasil Munas Jakarta dan menolak mengesahkan DPP hasil Munas Bali. DPP Munas Riau bertanggung jawab melakukan rekonsiliasi pengurus DPP dan DPD serta menyelenggarakan rapimnas dan munas.
Namun, ada satu catatan khusus. Di pojok kiri kertas, tertulis tanda bintang dengan catatan "Apabila MA memutuskan kemenangan Munas Bali, berarti dasarnya adalah Munas Bali".
Catatan itu membuka interpretasi keputusan menghidupkan DPP hasil Munas Riau bisa dibatalkan dan dasar kepengurusan Golkar dialihkan ke Munas Bali.
Hal itu, ditegaskan oleh Nurdin Halid. Wakil Ketua Umum Golkar hasil Munas Bali ini menegaskan, pihaknya masih menunggu putusan MA tersebut.
Menurut dia, jika putusan MA itu keluar sebelum munas diselenggarakan, April ini, dasar penyelenggaraan munas adalah DPP Bali.
"Sudah ada kesepakatan 18 Desember yang ditandatangani Pak Aburizal, Pak Agung, dan Pak Jusuf Kalla. Kesepakatan harus dipegang," katanya.
Kondisi ini membuat Ketua DPP Golkar Yorrys Raweyai khawatir karena akan memunculkan dinamika baru dalam persiapan Munas Golkar 2016.
Terlebih, dia mendengar, MA sudah mengeluarkan putusannya dan memenangkan Munas Bali. Putusan itu tinggal dipublikasikan dalam waktu dekat di situs resmi MA.
Ada dua kemungkinan jika putusan MA itu memang akan keluar dalam waktu dekat dan isinya memenangkan Munas Bali,
Pertama, Aburizal menjabat sampai 2019 sebagai Ketua DPP hasil Munas Bali. Kedua, Aburizal mundur, Munas 2016 tetap berjalan. Namun, penyelenggara dan pesertanya di bawah DPP kubu Bali.
"Kalau penyelenggara munas di bawah Bali, itu akan memengaruhi susunan panitia, peserta Munas, dan makin memudahkan skenario yang mengarah pada aklamasi pemilihan calon ketua umum tertentu," kata Yorrys.
Konsolidasi
Yorrys menambahkan, saat ini sejumlah loyalis Aburizal sudah bergerak untuk menyiapkan diri menyambut putusan MA itu. Hal itu antara lain terlihat salah satunya tertangkap dari manuver konsolidasi yang masih mereka lakukan ke DPD-DPD.
Sebagai contoh, pasca rapimnas Januari lalu, Aburizal dan sejumlah pengurus partai itu menghadiri pelantikan DPD Nusa Tenggara Barat hasil musyawarah daerah (musda). Pelantikan itu turut dihadiri ketua-ketua DPD tingkat I.
Konsolidasi serupa juga dilakukan di daerah lain, seperti akhir-akhir ini pelantikan DPD hasil musda di Manado, Sulawesi Utara. Awal Februari ini, Pelaksana Tugas Ketua DPD Golkar Sumatera Utara Nurdin Halid juga mengumpulkan DPD-DPD tingkat I di kediamannya.
Padahal, musda sudah disepakati untuk dihentikan, sementara DPP masih menginventarisasi DPD peserta munas.
"Mereka buat pertemuan terus-menerus, konsolidasi ke daerah-daerah. Kalau semua sudah satu pandangan untuk menyetop musda sebelum munas, buat apa lagi ke daerah untuk menghadiri pelantikan hasil musda?" tanya Wakil Sekretaris Jenderal Golkar Ahmad Doli Kurnia.
Ia mengingatkan, apabila ada pihak yang masih menunggu putusan MA dan ingin kembali ke salah satu kubu kepengurusan, itu sama saja dengan memperpanjang konflik partai yang sudah berlangsung lebih dari satu tahun.
"Kalau mau Golkar bersatu, kita sampingkan proses hukum, putusan MA, untuk fokus menuju Munas," kata Doli.
Dalam wawancara dengan Kompas, akhir Januari lalu, Aburizal berulang kali menekankan frasa "mengikuti arus, tetapi tidak boleh hanyut dengan arus".
Saat ditanya makna frasa itu, Aburizal mengatakan, akan terus memperjuangkan proses hukum. Dan, saat ini, proses hukum yang tersisa tinggal putusan kasasi MA atas putusan PN Jakarta Utara.
"Kami perjuangkan terus proses hukum. Kami tahu pemerintah mau, makanya kami bersama pemerintah. Sesudah itu, kami lawan lagi kekuasaan politik yang begitu kuat. Coba lihat sekarang, tiba-tiba pemerintah memutuskan apa? Riau, kan. Riau itu sudah mati. Yang masih hidup adalah Bali. Tetapi, kami harus terima saja. Kami mana kuat?" kata Aburizal, saat itu (Kompas, 29/1).
Dinamika-dinamika baru memang masih mungkin muncul mengiringi jalan Golkar menuju Munas 2016. Apakah partai ini akan konsisten dengan kesepakatan politik yang dicapai saat rapimnas Januari lalu?
Satu hal yang pasti, jalan rekonsiliasi di partai itu sudah terlihat jelas. Jangan sampai Golkar mengambil langkah mundur. (Agnes Theodora)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.