Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Forum Rektor Minta Jokowi Batalkan Revisi UU KPK, Bukan Menunda

Kompas.com - 23/02/2016, 20:08 WIB
Indra Akuntono,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Forum Rektor Indonesia, Asep Saefudin meminta Presiden Joko Widodo membatalkan rencana revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pasalnya, revisi undang-undang itu dinilai tidak prioritas dan berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi.

"Sudah jelas tidak perlu ada revisi, kami menolak. Bukan sekadar penundaan, tapi jangan direvisi," kata Asep, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (23/2/2016) petang.

Asep ke Istana untuk menyampaikan surat penolakan revisi UU KPK kepada Presiden Joko Widodo melalui Kepala Staf Presiden Teten Masduki.

Dalam pertemuan itu, Asep didampingi tujuh anggota forum rektor dan Teten didampingi Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi SP.

(Baca: Politisi Gerindra Yakin UU KPK Direvisi karena Dicurigai Barter dengan RUU Pengampunan Pajak)

Dalam kesempatan yang sama, anggota dewan pertimbangan forum rektor Indonesia, Edi Suandi Hamid mengatakan bahwa pemerintah dan DPR seharusnya membahas undang-undang lain yang lebih prioritas dan memperkuat pemberantasan korupsi.

Ia menilai revisi UU KPK adalah sebuah langkah mundur bagi Indonesia dalam memerangi korupsi.

"Substansi revisi hanya akan membuat kita mundur, dalam beberapa waktu belakangan ini kan selalu ada upaya melemahkan KPK," ungkap Edi.

Menanggapi itu, Johan Budi mengaku akan menyampaikan saran dari forum rektor kepada Presiden Jokowi. Tetapi, ia menegaskan bahwa Presiden Jokowi tidak memiliki kewenangan melarang DPR untuk tidak mengusulkan revisi UU KPK.

"Kalau Presiden diminta untuk meminta DPR tidak (mengusulkan) revisi, kan tidak bisa," ucap Johan.

(Baca: Presiden PKS: Revisi UU KPK Juga Harus Dicabut dari Prolegnas)

Johan mengungkapkan, Presiden Jokowi telah menyatakan sikap untuk menunda membahas revisi UU KPK bersama DPR. Ia juga memastikan bahwa Presiden Jokowi akan menolak jika revisi dilakukan untuk melemahkan KPK.

"Yang bisa dilakukan adalah Presiden menolak membahas revisi UU KPK saat ini," ujarnya.

Surat yang disampaikan forum rektor kepada Jokowi berisi pendapat para akademisi dan imbauan agar Jokowi menolak rencana revisi UU KPK. Dalam surat tersebut, para guru besar berpendapat bahwa upaya revisi UU KPK merupakan langkah yang keliru dan tidak bijaksana.

(Baca: Tarik Ulur Revisi UU KPK, dari Era SBY hingga Jokowi...)

Mereka menilai, upaya revisi UU KPK ini tanpa didasari semangat antikorupsi. Karena masih banyaknya korupsi yang terjadi di Indonesia, kata dia, para guru besar menilai perlunya KPK untuk dipertahankan dan diperkuat.

KPK, menurut mereka, tidak seharusnya dilemahkan melalui upaya semacam revisi UU KPK. Keberadaan KPK juga dinilai dapat membantu Presiden untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com