Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Besok, Forum Guru Besar Sampaikan Surat Penolakan Revisi UU KPK ke Jokowi

Kompas.com - 22/02/2016, 17:59 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lebih dari 100 guru besar dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia menyatakan penolakannya terhadap rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

Surat penolakan itu rencananya akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo melalui Sekretariat Negara, Selasa (23/2/2016) besok pukul 17.00 WIB.

"Rencananya besok pukul 5 sore akan kami serahkan surat penolakan kami terhadap revisi UU KPK," ujar Rektor Universitas Paramadina, Firmanzah di Kampus Universitas Paramadina, Jakarta, Senin (22/2/2016).

Selain Firmanzah, hadir lima guru besar dari perguruan tinggi lainnya, yaitu Profesor Dr Ir Giyatmi, MSi (Universitas Sahid Jakarta), Profesor Dr Edy Suandi Hamid (Universitas Islam Indonesia), Profesor Dr Sulistyowati Irianto (Universitas Indonesia), Profesor Dr EKS Harini Muntasib (Institut Pertanian Bogor), dan Profesor Dr Didik Suharjito (Institut Pertanian Bogor).

Kelimanya mengutarakan pendapatnya terkait kinerja KPK dan alasan penolakan mereka terhadap revisi tersebut.

"Saya kira yang ditangani KPK selama ini cukup efektif. Oleh karena itu kami sangat khawatir revisi ini mengurangi kekuatan KPK. Kami harap tidak terjadi pelemahan," kata Didik Suharjito.

"Bagi kami KPK yang kuat adalah suatu keniscayaan. Oleh karena itu, ketika kita lihat ada gejala, bahkan fakta, akan ada pelemahan kita sangat respon untuk melakukan penolakan revisi," tutur Edy Suandi Hamid.

Para guru besar berpendapat bahwa upaya revisi UU KPK merupakan langkah yang keliru dan tidak bijaksana. Mereka menilai, upaya revisi UU KPK ini tanpa didasari semangat antikorupsi.

Karena masih banyaknya korupsi yang terjadi di Indonesia, kata dia, para guru besar menilai perlunya KPK untuk dipertahankan dan diperkuat. 

KPK, menurut mereka, tidak seharusnya dilemahkan melalui upaya semacam revisi UU KPK. 

Keberadaan KPK juga dinilai dapat membantu Presiden untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Presiden Joko Widodo dan DPR sepakat untuk menunda revisi UU KPK. Kesepakatan dibuat dalam pertemuan Jokowi dengan pimpinan DPR dan perwakilan fraksi di DPR, Senin (22/2/2016).

(Bawa: Jokowi dan Pimpinan DPR Sepakat Tunda Revisi UU KPK)

Menurut Ketua DPR Ade Komarudin, banyak unsur di masyarakat yang tidak paham dengan substansi revisi UU itu sehingga perlu sosialisasi lebih lanjut.

(Baca: Ini Alasan Pemerintah dan DPR Tunda Revisi UU KPK)

"Ini kan simpang siur. Ada yang begini, ada yang begitu, yang enggak ada sama sekali dalam agenda DPR dan pemerintah. Itu semua entah kena isunya dari mana, saya juga enggak tahu," ujar Ade di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin (22/2/2016).

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta Rest Area Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta Rest Area Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com