Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Hadapan SBY, "Netizen" Juga Sindir Parpol Pendukung Jokowi soal Revisi UU KPK

Kompas.com - 20/02/2016, 13:03 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tak hanya Presiden Joko Widodo, partai politik pendukung pemerintah juga ikut disindir dalam acara "kopi darat" antara netizen dan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.

Sebab, semua parpol pendukung pemerintah kompak mendukung revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Acara itu dibuat oleh Demokrat untuk mendengar pandangan para netizen terpilih terkait rencana revisi tersebut.

(Baca: Jokowi Disindir dalam Acara "Kopi Darat" SBY dengan "Netizen")

"Rencana revisi ini bermuatan politis. Entah kenapa parpol pendukung pemerintah semuanya kompak mendukung revisi ini," kata Hari, salah satu netizen yang terpilih untuk berdiskusi langsung dengan SBY soal revisi UU KPK, di Rafless Hills, Cibubur, Sabtu (20/2/2016).

Tujuh parpol yang mendukung revisi UU KPK ialah PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional, Partai Nasdem, Partai Hanura, dan Partai Persatuan Pembangunan. Semuanya merupakan parpol pendukung pemerintah.

(Baca: Ini Alasan PDI-P Motori Revisi UU KPK)

Sementara itu, Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera yang menolak UU KPK direvisi adalah parpol oposisi.

Adapun Demokrat yang merupakan partai penyeimbang juga memilih menolak revisi UU KPK ini.

(Baca: PDI-P Kritik Sikap SBY yang "Balik Badan" soal Revisi UU KPK)

"Kita tidak tahu alasannya kenapa parpol pemerintah kompak ingin merevisi. Tetapi, saat ini sudah ada tiga kasus yang menjerat parpol pendukung pemerintah, yakni kasus Rio Capellla (Nasdem), Damayanti Wisnu Putranti (PDI-P), dan Dewie Yasin Limpo (Hanura)," kata Hari.

Netizen lain, Gala Kahar, lebih fokus menyoroti sepak terjang PDI-P dalam revisi UU KPK ini. Menurut dia, dari semua partai politik pendukung pemerintah, PDI-P lah yang paling gencar melaukan upaya revisi UU yang dianggapnya melemahkan KPK itu.

(Baca: Politisi PDI-P: Naskah Akademik Revisi UU KPK Tak Boleh Beredar di Publik)

"Padahal, Megawati (Ketua Umum PDI-P) yang melahirkan KPK. Tetapi, partai berlambang banteng itu yang ngotot minta revisi," ucap dia.

Sebaliknya, netizen yang hadir ramai-ramai memuji sikap Partai Demokrat yang menolak revisi UU KPK. Para netizen menilai sikap Demokrat sudah tepat.

UU KPK dipandang tidak perlu direvisi karena lembaga antirasuah itu sudah berhasil menjerat koruptor kelas kakap. (Baca: Kami Dukung KPK sampai Kapan Pun...)

"Saya apresiasi Partai Demokrat yang mendukung aspirasi masyarakat untuk menolak revisi UU KPK ini. Belum sepatutnya UU KPK direvisi dalam waktu dekat," kata Kevin Kusnadi.

Acara "kopdar" ini digelar setelah sebelumnya SBY meminta pendapat netizen mengenai revisi U KPK melalui akun Twitter dan Facebook-nya.

Hadir 26 netizen terpilih dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Purwokerto, Lumajang, dan Surabaya. (Baca: Luhut: Pimpinan KPK Tidak Bisa Menolak Revisi UU)

Setiap netizen diberi kesempatan satu per satu untuk menyampaikan pendapatnya. Hampir semua netizen yang hadir menolak revisi UU KPK karena dianggap melemahkan.

Mereka yang setuju dengan revisi UU KPK juga meminta agar draf yang ada saat ini diubah.

Fraksi Demokrat sebelumnya menjadi salah satu fraksi yang menyetujui revisi UU KPK dalam rapat Badan Legislasi dengan agenda penyampaian pandangan mini fraksi, Rabu (10/2/2016).

Saat itu, hanya Fraksi Gerindra yang menolak revisi UU KPK karena dianggap dapat melemahkan lembaga antirasuah tersebut.

Namun, setelah itu, SBY menginstruksikan Demokrat untuk menolak revisi tersebut. (Baca: SBY Tiba-tiba Instruksikan F-Demokrat Tolak Revisi UU KPK)

Sidang paripurna penetapan revisi UU KPK menjadi inisiatif DPR rencananya akan digelar pada Selasa (23/2/2016). (Baca: PDI-P Kritik Sikap SBY yang "Balik Badan" soal Revisi UU KPK)

Setidaknya, ada empat poin yang ingin dibahas dalam revisi, yakni pembatasan kewenangan penyadapan, pembentukan dewan pengawas, kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP 3), serta kewenangan rekrutmen penyelidik dan penyidik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com