Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan KPK: Kami Tidak Sembarangan Menyadap

Kompas.com - 16/02/2016, 12:49 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif tidak sepakat dengan rencana revisi Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang KPK.

Menurut Laode, UU tersebut tidak perlu direvisi, apalagi jika sampai mengatur kewenangan penyadapan KPK.

Laode menuturkan, KPK memiliki aturan ketat saat akan melakukan penyadapan terkait kasus yang diselidiki. (baca: Mahfud MD: Tidak Ada Bukti Penyadapan KPK Bermasalah)

Penyadapan hanya dapat dilakukan saat semua syarat dipenuhi, termasuk izin dari lima komisioner KPK.

"Kami tidak sembarangan menyadap," kata Laode di Kantor MMD Initiative, Jakarta, Selasa (16/2/2016).

Laode menegaskan, jika semangatnya ingin memperkuat KPK memberantas korupsi, sebaiknya DPR segera membahas RUU tentang Perampasan Aset. RUU tersebut diperlukan KPK untuk menunjang tugas-tugasnya.

"Sampai saat ini RUU itu belum dibahas. Kadang saya mikir, yang gatal yang mana, yang digaruk yang mana," kata dia. (Baca: Busyro Anggap DPR Sengaja Batasi Kewenangan KPK karena Takut Disadap)

Laode melanjutkan, revisi UU KPK memang disetujui oleh komisioner yang dipimpin pelaksana tugas Ketua KPK Taufequrrachman Ruki.

Akan tetapi, seluruh komisioner KPK saat ini menolak revisi UU itu dilakukan karena berbeda dari kesepakatan awal.

"Revisi yang sekarang sudah melenceng dari gentlement agreement. Karena sudah melenceng, tidak perlu direvisi," ujarnya.

Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya berpendapat bahwa penyadapan memang harus diperketat supaya tidak disalahgunakan. (Baca: Luhut Sebut KPK Dahulu Menyadap Semaunya)

Luhut menyebut adanya pengalaman KPK sebelumnya yang melakukan penyadapan secara seenaknya. Namun, Luhut tidak menjelaskan penyimpangan penyadapan yang dimaksudnya.

"Yang enggak boleh itu kayak dulu, mau nyadap semaunya. Nah, sekarang harus ada persetujuan standing operation dari KPK," ujar Luhut.

Ia menegaskan, persetujuan penyadapan dari dewan pengawas bukannya memangkas wewenang KPK. Selama tindakan penyadapan ditujukan untuk pelaku korupsi, hal itu tidak jadi soal. (Baca: Harus Lapor ke Dewan Pengawas, Penyadapan yang Dilakukan KPK Rawan Bocor)

"Kalau memang ada dosanya, ya ngapain juga mesti minta izin pengadilan? Lakukan saja. Makanya, harus diseleksi semuanya," ujar Luhut.

Revisi UU KPK menuai perdebatan karena dianggap ingin melemahkan kewenangan KPK dalam memberantas korupsi.

Ada empat poin yang menjadi fokus revisi UU tersebut, yaitu keberadaan dewan pengawas, penyidik independen, kewenangan mengentikan penyidikan (SP3), dan diaturnya kewenangan menyadap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

Nasional
Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Nasional
Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Nasional
Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Nasional
Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Nasional
Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Nasional
Pelaku Judi 'Online' Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Pelaku Judi "Online" Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Nasional
Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Nasional
Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya 'Gimmick' PSI, Risikonya Besar

Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya "Gimmick" PSI, Risikonya Besar

Nasional
Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Nasional
Hindari Sanksi Berat dari Pemerintah Arab Saudi, Komisi VIII Minta Jemaah Haji Nonvisa Haji Segera Pulang

Hindari Sanksi Berat dari Pemerintah Arab Saudi, Komisi VIII Minta Jemaah Haji Nonvisa Haji Segera Pulang

Nasional
LIVE STREAMING: Jemaah Haji Indonesia Mulai Prosesi Wukuf di Arafah Hari Ini

LIVE STREAMING: Jemaah Haji Indonesia Mulai Prosesi Wukuf di Arafah Hari Ini

Nasional
Jumlah Jemaah Haji Indonesia Wafat Capai 121 Orang per Hari Ini

Jumlah Jemaah Haji Indonesia Wafat Capai 121 Orang per Hari Ini

Nasional
Satgas Pemberantasan Judi 'Online' Dibentuk, Dipimpin Hadi hingga Muhadjir Effendy

Satgas Pemberantasan Judi "Online" Dibentuk, Dipimpin Hadi hingga Muhadjir Effendy

Nasional
Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten Barat Selalu Tolak Bantuan Warga, Merasa Dirinya Kaya

Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten Barat Selalu Tolak Bantuan Warga, Merasa Dirinya Kaya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com