Kecemburuan Oetari
Ada faktor lain yang membuat Soekarno tidak merasa bahagia menikah dengan Oetari, yaitu kehadiran Inggit Garnasih.
Selain itu, Soekarno juga tidak menemukan sosok keibuan pada Oetari, seperti Suharsikin bagi Tjokroaminoto. Selama tinggal di rumah kost Tjokro, Soekarno mendambakan kehidupan pernikahannya seperti Tjokroaminoto-Suharsikin.
Hubungan anak kost dengan ibu kostnya itu pun semakin intensif. Perbincangan keduanya kerap berlangsung hingga larut malam. Bahkan keduanya disebut makin mesra saat Sanusi, suami Inggit, sudah tidur.
Kedekatan itulah yang membuat Oetari cemburu. Kecemburuan itu juga yang menyebabkan Soekarno meminta pisah ranjang.
Kemudian pada akhir 1921, muncul kabar bahwa Tjokroaminoto ditangkap Belanda. Soekarno pun pergi ke Surabaya untuk membantu meringankan beban mertuanya itu. Sedangkan Oetari tetap tinggal di Bandung.
Di Surabaya, Soekarno berperan sebagai kepala keluarga menggantikan Tjokro yang dibui. Dia bahkan menopang pendidikan dua adik Oetari, Anwar dan Harsono, yang sempat terhenti.
Soekarno menjadi guru di rumah, karena Anwar dan Harsono dikeluarkan sekolah akibat akibat aktivitas politik Tjokro.
Meski menjalankan perannya dengan baik sebagai kepala keluarga Tjokro, Soekarno menyimpan kegelisahan. Pria bernama kecil Kusno itu tidak lagi merasakan kebahagiaan pernikahan dengan Oetari. Kegelisahan itu makin terasa saat keduanya berjauhan.
Bercerai dengan Oetari
Setelah 7 bulan tinggal di Surabaya, Soekarno kembali ke Bandung pada Juli 1922. Namun, kepulangan dan bertemu kembali dengan Oetari tidak membuat hubungan cintanya membaik.
Soekarno bahkan disebut sempat pulang ke Blitar untuk berkeluh kesah ke ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai. Tidak hanya itu, bahkan Soekarno juga menceritakan tentang Inggit, perempuan Priangan yang diakuinya telah mengisi relung hati.
Soekarno seperti tidak melihat Inggit sebagai istri Sanusi, melainkan perempuan single. Saat itulah Soekarno seperti berada di persimpangan, antara Oetari dan Inggit.