Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tantangan Kebebasan Pers

Kompas.com - 09/02/2016, 18:00 WIB
Kontributor Surabaya, Achmad Faizal

Penulis

Oleh: Yohan Wahyu

JAKARTA, KOMPAS - Kebebasan pers menjadi jalan bagi media massa menjalankan perannya sebagai jembatan kepentingan antara negara dan masyarakat. Kebebasan tersebut harus ditopang oleh independensi dan profesionalisme pers. Inilah modal sosial bagi pers dalam menghadapi tantangan yang setiap saat hadir menguji kebebasan pers itu sendiri.

Kebebasan pers di mata publik dimaknai sebagai terbukanya ruang bagi pers untuk bekerja secara profesional, independen, dan membawa amanat kepentingan publik. Makna ini disampaikan oleh tiga dari empat responden hasil jajak pendapat Kompas pekan lalu yang melihat kebebasan pers tidak sekadar bebas, tetapi bebas yang bertanggung jawab.

Kebebasan pers menjadi basis dari kerja-kerja pers seperti amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 2 UU ini menyatakan, kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.

Namun, kebebasan pers tidak bisa berdiri sendiri. Ia perlu ditopang oleh independensi dan profesionalisme dalam menjalankan tugas dan misinya, salah satunya adalah memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Inilah tantangan utama bagi kebebasan pers. Bagi publik, independensi merupakan harga mati yang harus diperjuangkan pers terus-menerus. Betapa tidak. Saat ini, sebagian besar responden (72,1 persen) melihat bahwa tarikan kepentingan ekonomi dan politik sangat memengaruhi independensi pers. Bahkan, kekuatan politik, menurut 61 persen responden, saat ini merupakan ancaman terbesar yang bisa mengancam independensi pers.

Maka, sikap responden terhadap fungsi pers dalam melakukan kontrol terhadap kekuasaan atau penyelenggaraan negara cenderung terbelah. Sebagian menyatakan pers sudah cukup baik melakukannya, sedangkan sisanya menyatakan sebaliknya.

Kekerasan

Tarikan kepentingan politik dan ekonomi terhadap pers saat ini salah satunya berwujud tindak kekerasan terhadap insan pers. Separuh lebih responden (65,7 persen) memandang pers di negeri ini masih belum bebas dari tindak kekerasan. Kekerasan menjadi tantangan berat bagi kebebasan pers pasca reformasi, terutama pada era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Kompas, 14/1/2016).

Data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) terkait kasus kekerasan terhadap pekerja pers menyebutkan angka yang relatif stabil. Artinya, tidak ada penurunan jumlah kasus secara signifikan dalam 10 tahun terakhir. Dalam rentang waktu tersebut, rata-rata jumlah kasus kekerasan terhadap pekerja pers mencapai 50 kasus dalam setahun. Kekerasan fisik dan ancaman teror terhadap pekerja pers menjadi kasus yang paling banyak terjadi, bahkan kasus pembunuhan masih mewarnai dan menghantui perjalanan pers di negeri ini.

Ini belum termasuk data kekerasan dan jerat hukum terkait kebebasan informasi sejak diberlakukannya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada 2008. Setidaknya Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers) mencatat ada 134 orang (narasumber, jurnalis, dan netizen) terjerat kasus hukum terkait pemberlakuan UU ITE.

Jika dilihat berdasarkan pelaku, LBH Pers mencatat aparat negara paling banyak menjadi pelaku kekerasan terhadap pers. Karena itu, publik pun menilai peran negara belum memadai dalam melindungi pers dari ancaman dan tindak kekerasan. Terdapat 59,9 persen responden menyatakan hal tersebut. Hal ini juga berimbas pada penilaian publik terhadap peran negara dalam menjamin kebebasan pers. Hampir separuh responden menyebutkan negara belum menjamin kebebasan pers.

Penilaian publik seperti itu sangat wajar jika kita lihat tingkat kebebasan pers di Indonesia dalam 17 tahun terakhir pasca reformasi. Data Freedom House merekam rata-rata tingkat kebebasan pers Indonesia dalam rentang masa tersebut berada di angka 52 dan masuk dalam kategori bebas sebagian (partly free).

Untuk masuk kategori bebas, Indonesia harus berada di rentang poin 0-30. Pada 2015, tingkat kebebasan pers Indonesia berada di peringkat ke-97 dari 199 negara di dunia dan berada di peringkat ke-22 dari 40 negara Asia Pasifik. Tentu kondisi ini harus diakui jauh lebih baik jika dibandingkan era Orde Baru.

Perubahan dan tantangan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis 'Mercy'

Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis "Mercy"

Nasional
26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

Nasional
Soal Perintah 'Tak Sejalan Silakan Mundur', SYL: Bukan Soal Uang, Tapi Program

Soal Perintah "Tak Sejalan Silakan Mundur", SYL: Bukan Soal Uang, Tapi Program

Nasional
Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Nasional
[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

Nasional
MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

Nasional
Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Nasional
Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Nasional
Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Nasional
Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Nasional
Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com