Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPI dan Kemen Kominfo Diminta Tegas agar Stasiun TV Jera

Kompas.com - 28/01/2016, 00:03 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti senior Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP) Ignatius Haryanto mengatakan bahwa saat ini kondisi industri penyiaran Indonesia sangat tidak sehat.

Oleh karena itu, ia menginginkan Komisi Penyiaran Indonesia tidak semata-mata hanya memberikan masukan terkait isi siaran kepada Kementerian Komunikasi dan Informasi.

Iqnatius menyoroti pemilikan media saat ini, khususnya televisi yang terlalu terkonsentrasi di beberapa pihak.

Meski UU Penyiaran menyebutkan adanya pembatasan kepemilikan, tetapi dalam kenyataannya tidak dijalankan sama sekali.

UU Penyiaran telah mengatur dengan detail bagaimana satu orang pemilik atau badan usaha hanya boleh memiliki dua lembaga penyiaran di dua provinsi yang berbeda. (baca: Dukung KPI, Departemen Komunikasi UI Dapat Ancaman dari Komisi I DPR)

Pada praktiknya, kata dia, satu orang bisa memiliki dua sampai empat stasiun TV dalam satu provinsi.

"Saya kira masalah utamanya ada di pihak yang berurusan dengan pengaturan undang-undang, dalam hal ini adalah Kementerian Kominfo tidak bertindak dengan tegas. Karena itu momen perpanjangan izin penyiaran seharusnya bisa dijadikan Kominfo dan KPI untuk mengatur ulang hal tersebut," ujar Ignatius Haryanto ketika ditemui di Jakarta, Rabu (27/1/2016).

Terpusatnya kepemilikan, menurut Ignatius, akan membawa dampak buruk bagi masyarakat, terutama dalam bidang politik dan berdemokrasi. (baca: Pakar: Uji Publik KPI Terhadap Izin Siaran 10 TV Swasta Sah)

Ia mencontohkan, performa televisi pada masa pemilu 2014, di mana ada keberpihakan media kepada kandidat calon presiden yang sedang bertarung.

"Saya rasa ini buruk bagi publik karena tidak memberikan pendidikan politik yang baik. Bahkan sampai sekarang masih ada grup media yang mempromosikan partainya. Ini kan merupakan bentuk propaganda politik dari pemiliknya. Padahal UU jelas menyebutkan bahwa frekuensi penyiaran adalah milik publik," jelasnya.

Untuk membenahi kondisi yang sudah tidak sehat itu, ia merasa perlu adanya sanksi yang lebih jelas dan ketegasan dari KPI.

Selama ini KPI hanya menerapkan sanksi berupa peringatan. Padahal, UU juga sudah mengatur mekanisme sanksi dalam bentuk denda. (baca: Jokowi Minta KPI Lebih Tegas Atur Siaran Televisi agar Ramah Anak)

Ia juga menegaskan, evaluasi perpanjangan izin penyiaran yang sekarang sedang berlangsung seharusnya bisa dimanfaatkan KPI untuk membuat posisi tawar yang lebih kuat.

Dengan begitu KPI bisa menjadi lembaga regulator penyiaran yang ditaati oleh lembaga penyiaran swasta.

"Perlu mekanisme sanksi yang lebih efektif, supaya stasiun TV jera. Kadang-kadang sanksi hanya berupa teguran. Ini bisa dielaborasi lebih jauh, bukan untuk membunuh TV, tetapi melindungi kepentingan publik," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Nasional
Waspada MERS-CoV, Jemaah Haji Indonesia Diminta Melapor Jika Alami Demam Tinggi

Waspada MERS-CoV, Jemaah Haji Indonesia Diminta Melapor Jika Alami Demam Tinggi

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Datangi Rumah Airlangga, Klaim Sudah Didukung Golkar Maju Pilkada Jatim

Khofifah-Emil Dardak Datangi Rumah Airlangga, Klaim Sudah Didukung Golkar Maju Pilkada Jatim

Nasional
Kemenag Ingatkan Jemaah Haji Dilarang Bentangkan Spanduk dan Bendera di Arab Saudi

Kemenag Ingatkan Jemaah Haji Dilarang Bentangkan Spanduk dan Bendera di Arab Saudi

Nasional
Imigrasi Tangkap DPO Penyelundupan Manusia, Kerjasama dengan Istri Pelaku

Imigrasi Tangkap DPO Penyelundupan Manusia, Kerjasama dengan Istri Pelaku

Nasional
Canangkan Gerakan Literasi Desa, Wapres Ingin SDM Indonesia Unggul

Canangkan Gerakan Literasi Desa, Wapres Ingin SDM Indonesia Unggul

Nasional
DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

Nasional
Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

Nasional
Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Nasional
Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Nasional
Temui Gubernur Jenderal Australia David Hurley, Prabowo Kenang Masa Jadi Kadet

Temui Gubernur Jenderal Australia David Hurley, Prabowo Kenang Masa Jadi Kadet

Nasional
Jemaah Haji Bersiap Menuju Makkah, Ketua PPIH Arab Saudi Pastikan Hak Jemaah Terpenuhi

Jemaah Haji Bersiap Menuju Makkah, Ketua PPIH Arab Saudi Pastikan Hak Jemaah Terpenuhi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com