Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terorisme dan Semiotika Sewenang-wenang

Kompas.com - 19/01/2016, 15:14 WIB
Teks teror ini harus menjadi jelas dan tegas (clara et distincta) antara fakta dan tuduhan. Apakah gramatika "semua kelompok radikal adalah kelompok teroris", benar? Apakah Bahrun Naim dan keluarga di Lamongan yang menjual rumah untuk ke Suriah, kebetulan pernah mengenyam pendidikan di Muhammadiyah, dan dengan demikian bisa disimpulkan Muhammadiyah adalah embrio radikal-terorisme? Itu kecerobohan induktif-ekstrem untuk sebuah realitas sosial-humaniora yang kompleks.

Pesantren di NU, baik terpadu dan salafiah, adalah penganjur Islam toleran (at-tassammuh). Pendidikan di pesantren mengajarkan Islam "di sini" dengan tradisi dan kebudayaan Nusantara (at-turats wa as-tsaqaafa) tanpa membabi buta mengabsorsi budaya dan pemikiran Arab. Demikian pula Muhammadiyah. Secara historis-normatif tujuannya mendidik umat Islam berpikir rasional dan modern, bukan ekstrem-radikal.

Kata radikal juga mengalami de-positioning. Dalam KBBI kata radikal tidak pernah merujuk secara khusus pada agama. Radikal berhubungan dengan hasrat berpikir secara prinsipiil atau sikap politik amat keras mengubah undang-undang dan pemerintahan. Kamus Webster mengartikan radikalisme, "the opinions and behavior of people who favor extreme changes especially in government: radical political ideas and behavior".

Kata radikal dan radikalisme secara generik berhubungan dengan pemikiran politik atau gerakan kiri. Namun, sepanjang dua dekade kata itu mengalami "peledakan wacana" seolah-olah anak kandung Islam. Pada pertengahan 1990-an, Budiman Sudjatmiko, Nezar Patria, dan Desmon J Mahesa adalah pemuda radikal yang berhasrat mengubah "konstitusi ala Orde Baru". Mereka kelompok kiri, bukan religius. Sekarang, mereka menjadi moderat, tenang, dan realistis dengan kondisi politik nasional.

Teror Thamrin dan teror-teror lain harus dimaknai secara kritis dan proporsional. Sebagian besar teror—seperti kesimpulan konferensi internasional Radikalisasi dan Deradikalisasi di Goethe Institute Jakarta, 24-26 November 2015—tidak berhubungan dengan ideologi agama (Islam), tetapi masalah psikologi melihat dunia. Radikalisme bersemi menjadi terorisme ketika kesumpekan politik global turun ke konteks nasional, tanpa pernah direvisi akar masalahnya.

Makanya, konteks gerakan deradikalisasi harus diubah, dari pendekatan ideologis-represif ala negara kepada pendekatan psikologi dan remediasi, termasuk kepada mereka yang mendadak menjadi "pelaku" karena terisap oleh jaringan terorisme. Bisa jadi sebagian besar mereka hanya korban, bukan pelaku sungguhan. Mereka terseret situasi tak tentu dan mati tanpa tujuan.

Teuku Kemal Fasya
Dewan Pakar NU Aceh; Mengajar Antropolinguistik di Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Januari 2016, di halaman 7 dengan judul "Terorisme dan Semiotika Sewenang-wenang".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com