JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa Hukum mantan Direktur Utama PT Pelindo II, Maqdir Ismail, berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat memenuhi panggilan sidang praperadilan yang dilayangkan kliennya atas penetapan RJ Lino sebagai tersangka oleh KPK.
Maqdir menuturkan, KPK harus menunjukkan keseriusan dan itikad baik dengan hadir dalam persidangan.
"Mestinya mereka hormati undangan Pengadilan Negeri. Mereka harus tunjukkan itikad baik," ucap Maqdir saat dihubungi awak media, Rabu (6/1/2016).
Menurut Maqdir, jika ada pengajuan penundaan sidang praperadilan, berarti KPK tak menghormati pengadilan. Lebih lanjut ia memastikan bahwa persiapan telah dilakukan oleh pihak RJ Lino.
"Kami siapkan saksi dan ahli," kata Maqdir.
Hingga hari ini, menurut Maqdir, belum ada panggilan pemeriksaan dari KPK untuk RJ Lino. Ia pun berharap tak ada panggilan pemeriksaan hingga proses praperadilan selesai.
"Belum ada (panggilan pemeriksaan). Kami berharap dihentikan dulu, tunggu dua minggu. Nanti kalau ada putusan praperadilan silakan diteruskan," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha mengatakan, KPK telah menerima surat panggilan sidang praperadilan tersebut.
Menurut Priharsa, surat tersebut diterima KPK siang ini. Namun, ia belum dapat memastikan apakah KPK akan menghadiri sidang praperadilan tersebut.
"Sudah terima. Tadi siang atau sore," kata Priharsa.
Mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino mengajukan gugatan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
KPK menetapkan Lino sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengadaan tiga unit quay crane container (QCC) oleh PT Pelindo II.
Dalam kasus ini, Lino diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan menunjuk langsung HDHM dari China dalam pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II pada tahun 2010.
Surat perintah penyidikan diteken pimpinan KPK pada 15 Desember 2015. Proyek pengadaan QCC ini bernilai sekitar Rp 100 miliar.
Atas perbuatannya, Lino dijerat Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.