Komisioner Sub Komisi Pendidikan Komnas Perempuan, Masruchah menilai, sebelum masuk ke konteks masyarakat dan negara secara luas, upaya menciptakan kesetaraan gender dalam kehidupan dibangun dari lingkungan rumah tangga.
Upaya tersebut dapat diwujidkan dari relasi kesetaraan antar pasangan, mulai dari bagaimana memutuskan soal jumlah anak, pendidikan anak, peran suami dan istri dalam konteks publik, termasuk pilihan-pilihan pekerjaan harus didiskusikan dengan baik di lingkungan rumah tangga.
"Kapan sih sebenarnya kesetaraan ini dibangun? Kalau bicara soal kesetaraan, pastinya dimulai di ruang rumah tangga. Bagaimana sosialisasi atau praktik-praktik kesetaraan gender dibangun," jelas Masruchah saat dihubungi, Selasa (22/12/2015) siang.
Ketika kesetaraan telah terbangun dalam lingkungan rumah tangga, Masruchah menambahkan, maka akan mudah menjalankannya dalam konteks yang lebih luas.
Kesetaraan dalam konteks rumah tangga bukan berarti hanya berlaku bagi kaum ibu, namun juga kaum perempuan secara luas dimana anak perempuan juga termasuk di dalamnya.
Salah persepsi
Masruchah menilai, ada kesalahan pandang di masyarakat terkait makna hari ibu. Hari ibu, saat ini banyak dimaknai sebagai apresiasi bagi kaum ibu, bukan kaum perempuan.
Menurut dia, apresiasi layaknya diberikan kepada seluruh perempuan, tak hanya perempuan yang menjadi ibu.
"Perempuan itu ibu, perempuan bisa berperan sebagai ibu, sebagai perempuan, sebagai anak, dan perempuan sebagai manusia. Artinya ini harus dihargai juga diapresiasi," tutur Masruchah.
"Karena kalau kita hanya bicara ibu, bagaimana perempuan yang bukan ibu? Karena perempuan tidak semuanya ibu, tapi ibu adalah perempuan. Problem ibu juga problem perempuan," sambungnya.