Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sengketa Hasil Pilkada di MK, Pemohon Terbanyak dari Sumatera Utara dan Papua

Kompas.com - 22/12/2015, 15:39 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hingga Selasa 22 Desember 2015 pukul 13.34 WIB, terdapat 132 pemohon perkara sengketa hasil pilkada yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi.

Menurut Kepala Biro Humas dan Protokol MK, Budi Achmad Djohari, terdapat empat provinsi dengan lima pemohon. Adapun sisanya adalah pemohon dari kabupaten/kota.

Empat provinsi tersebut adalah Kalimantan Utara, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, dan Bengkulu dengan dua pemohon.

Budi menambahkan, pemohon perkara perselisihan hasil pilkada didominasi oleh permohonan dari luar Pulau Jawa, terutama Sumatera Utara dan Papua.

"Dari 21 (daerah yang melaksanakan Pilkada), sekarang sudah 15 permohonan," ujar Budi di kantornya, Selasa (22/12/2015).

Adapun, berdasarkan informasi data pemohon dari situs mahkamahkonstitusi.go.id, pemohon perkara di Papua bahkan berjumlah lebih dari 15 pemohon.

Ia mencoba membandingkan jumlah pemohon perkara di Sumatera Utara dan Jawa Tengah yang sama-sama melaksanakan pilkada di 21 daerah.

Dari Jawa Tengah, menurut Budi, tidak lebih dari lima pemohon perkara. Sementara itu, Budi memaparkan, jumlah pemohon di Pulau Jawa adalah yang paling sedikit ketimbang pulau lainnya.

Di provinsi Banten, kata Budi, hanya 6 pemohon serta Pandeglang dan Tangerang Selatan dengan 2 pemohon.

Adapun Jawa Barat, dari 8 daerah yang menyelenggarakan pilkada hanya ada 3 pemohon, yaitu Cianjur, Indramayu dan Tasikmalaya. Jawa Timur, dari 19 daerah hanya 5 pemohon.

Bali, dari 6 daerah hanya 1 pemohon. Sedangkan Yogyakarta, tak ada yang mengajukan permohonan perkara perselisihan hasil pilkada.

"Untuk Jawa sedikit sekali yang mengajukan permohonan," kata dia.

Mengenai alasan dari pengajuan permohonan, Budi menolak berkomentar banyak karena hal tersebut sudah masuk kepada ranah substansi permohonan.

Ia menambahkan, pihaknya saat ini tengah melakukan kajian lebih lanjut.

"Kan semuanya bermuara kepada perselisihan hasil pilkada. Tapi apa yang dipermasalahkan oleh mereka, itu sedang kita lakukan penelaahan. Belum bisa kita sampaikan," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com