Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang MKD dan Skenario Setya Novanto Dianggap Menipu Rakyat

Kompas.com - 18/12/2015, 09:05 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang hanya menerima pengunduran diri Setya Novanto sebagai Ketua DPR telah meloloskannya dari jerat sanksi dugaan pelanggaran etika terkait pencatutan nama Presiden dan Wapres.

Menjelang pembacaan vonisnya, Rabu (16/12/2015) malam pukul 19.45 WIB, Novanto menggunakan "jurus" terakhir dengan mengirimkan surat pengunduran dirinya sebagai Ketua DPR RI melalui Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad.

Saat itu, sidang pembacaan putusan sudah diskors.

Sebanyak 15 dari 17 anggota MKD sudah membacakan pandangannya secara terbuka atas kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden.

Sebanyak sembilan anggota menyatakan Novanto terbukti melanggar kode etik kategori sedang dengan sanksi pencopotan dari Ketua DPR.

Adapun enam anggota MKD yang selama ini dikenal sebagai pembela Novanto menyatakan politisi Partai Golkar itu melanggar kode etik kategori berat dan mengusulkan pembentukan panel.

Surat pengunduran diri Novanto kemudian dibahas secara tertutup oleh MKD. Tak ada pengakuan bersalah dalam surat pengunduran diri tersebut.

Setelah sidang kembali dibuka untuk umum, Ketua MKD Surahman Hidayat langsung membacakan putusan yang menyatakan bahwa MKD menerima surat pengunduran diri tersebut dan menutup kasus Novanto.

Tak ada putusan mengenai sanski etik yang dilanggar.

Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bakti, menilai, semua ini sebagai skenario Novanto dan MKD untuk menipu rakyat.

Rakyat yang sejak awal memang mendesak Novanto untuk mundur terlena dengan keputusan pengunduran diri tersebut dan lupa dengan sanksi etik yang seharusnya dijatuhkan.

"Masyarakat ingin agar MKD itu memundurkan dia, sudah puas dengan keputusan itu. Padahal, kan tidak begitu. MKD harusnya memutuskan apakah ada pelanggaran etik atau tidak. Saya yakin mereka sudah buat skenario," kata Ikrar saat dihubungi, Jumat (18/12/2015).

Ikrar menduga, skenario awalnya adalah dengan memberikan sanksi berat dan meloloskan Novanto melalui pembentukan panel.

Panel akan terdiri dari tiga unsur anggota MKD dan empat unsur masyarakat. Panel bisa menyatakan Novanto tidak melanggar etika atau sebaliknya.

Selain itu, panel juga memiliki masa kerja yang lama, yakni 90 hari. Namun, karena mayoritas anggota MKD memilih sanksi sedang dengan mencopotnya langsung dari Ketua DPR, skenario kedua pun dimainkan.

Novanto mengirim surat pengunduran diri agar kasusnya ditutup tanpa sanksi. Entah kenapa, kata Ikrar, 17 anggota MKD setuju dengan skenario kedua ini.

"Inilah kelihaian Novanto dengan bermain politik," kata Ikrar.

Dengan lolos dari jerat sanksi, kata Ikrar, Novanto pun mempunyai beban moral yang lebih sedikit.

Kini, ia masih bisa melenggang sebagai Ketua Fraksi Golkar menggantikan Ade Komarudin.

Adapun Ade Komarudin menggantikan posisi Novanto sebagai Ketua DPR.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Nasional
Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Nasional
Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Nasional
Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Nasional
Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Nasional
Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Nasional
Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Nasional
Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Nasional
Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Nasional
KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

Nasional
Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com