JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti mengatakan, jika nantinya Partai Golkar memberi usulan pengganti Setya Novanto untuk menjabat Ketua DPR RI, maka perlu disodorkan tokoh yang moralnya di atas standar rata-rata.
Menurut Ray, jangan sampai partai kembali mengirimkan calon pimpinan yang lebih banyak kontroversinya daripada sumbangsihnya bagi perbaikan kualitas demokrasi di Indonesia.
"Standar moral harus lebih tinggi supaya kita tidak terus-menerus dibawa untuk memahami standar moral orang yang rendah," ujar Ray di Jakarta, Kamis (17/12/2015).
Menurut dia, berbagai argumen Novanto yang mempersoalkan legal standing Menteri ESDM Sudirman Said sebagai pengadu hingga sikapnya yang mempermasalahkan alat bukti rekaman menunjukkan standar moral yang di bawah standar.
Ray juga menyinggung pimpinan DPR lainnya yang sempat menyebut barang bukti yang diserahkan Sudirman kepada MKD adalah sampah. (Baca: Mundurnya Novanto sebagai Ketua DPR Ditunggu Puan Maharani?)
"Dalam kapasitas apa beliau menyatakan (sampah)? Beliau bukan MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan). Itu mendegradasi semangat pengawasan dari publik terhadap anggota DPR," kata Ray.
Ray menambahkan, Partai Gerindra dan PKS juga perlu mengevaluasi perwakilannya di pimpinan DPR RI, yaitu Fadli Zon dan Fahri Hamzah, yang selama ini terlihat terus mendukung Novanto dari belakang.
Diwawancarai secara terpisah, pengamat politik dari Poltracking Indonesia Hanta Yudha mengatakan, partai tak bisa sembarangan dalam memilih pimpinan DPR. (Baca: Rizal: Kasus Novanto Jadi Pelajaran Pejabat Lain, Jangan Sibuk Dagang Kekuasaan)
"Orang-orang yang memenuhi kapabilitas, kapasitas, integritas, dan kemampuan leadership skill yang melampaui anggota-anggota lainnya. Bukan dari kekuatan kapital, misalnya," tutur Hanta.
Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar versi Munas Bali, Idrus Marham, sebelumnya mengatakan, Partai Golkar sudah memiliki sistem yang berlaku untuk memilih kandidat terbaik sebagai Ketua DPR.
Dia menyebutkan sejumlah nama, seperti Rambe Kamaruzzaman, Ade Komaruddin, Fadel Muhammad, dan Aziz Syamsuddin. Namun, semua nama itu akan mendapat pertimbangan dari internal partai.
Novanto memutuskan mundur sebagai Ketua DPR setelah semua pimpinan dan anggota Mahkamah Kehormatan Dewan menyampaikan pandangannya terkait putusan terhadap Novanto.
Sebanyak 10 orang menganggap Novanto melakukan pelanggaran kode etik sedang sehingga harus diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua DPR.
Adapun tujuh orang lainnya menyatakan bahwa Novanto melakukan atau terindikasi melakukan pelanggaran kode etik berat dan mengusulkan pembentukan tim panel.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.