Di sisi lain Indonesia terus mendesakkan divestasi juga pengembangan smelter sambil mengingatkan bahwa perjanjian segera berakhir. Sebenarnya, jika Freeport jeli, jika terjadi kesepakatan divestasi, maka sesungguhnya juga telah terjadi kesepakatan perpanjangan.
Kontrak karya telah dimulai sejak tahun 1967, saat Indonesia sangat membutuhkan investasi asing dengan menerapkan kebijakan "outward looking" berdasar UU PMA No 1/1967.
Sejak semula, walaupun PT Freeport layaknya perusahaan biasa, namun memiliki posisi dominan karena dilindungi Pemerintah Amerika Serikat, mengingat tambang Freport menyimpan cadangan mineral yang sangat besar—konon terbesar di dunia.
Dominasi juga terlihat dari klausul kontrak karya awal, terutama menyangkut bagian Indonesia yang terlalu kecil, juga ketidakjelasan kontrol terhadap jenis dan jumlah mineral mentah yang telah diangkut Freeport ke negaranya.
Sejak zaman Orde Baru, jika berhadapan dengan investor asing, Indonesia terbiasa dalam posisi lemah. Padahal, sebagai pemilik gunung emas Ertsberg (1967) dan Grasberg (1988) di Tembagapura, Mimika, Papua, mestinya Indonesia mendapatkan porsi bagian memadai dan kenyataannya adalah tidak!
Pertanyaannya, mengapa itu terjadi?
Kalau mau sedikit introspeksi, dalam sejarah Indonesia sejak zaman kolonial, selain melahirkan pahlawan juga melahirkan orang-orang yang mengambil posisi berseberangan dengan kepentingan bangsanya (perfidious).
Mereka tidak peduli konstitusi, hanya peduli pada ambisi politik dan bisnis pribadi. Ironisnya, peran demikian hingga kini masih ada, bahkan semakin sering dilakukan oleh kalangan pemimpin sehingga berdampak masif.
Prinsip kontrak dan demokrasi
Kontrak karya adalah pertemuan antara para pihak dengan tujuan sama: mencari untung dengan cara saling melengkapi.
Para pihak harus berdiri setara dan tidak boleh ada dominasi satu terhadap lainnya. Tidak boleh salah satu pihak dengan jumawa memanfaatkan dominasinya dan atau memanfaatkan posisi lemah pihak lain (lemah modal, kemampuan, dan pengaruh), dengan menyalahgunakan keadaan lemah tersebut untuk mengambil keuntungan bagi dirinya (misbruik van omstandigheden).
Kontrak di mana pun di dunia ini posisinya berada di bawah konstitusi dan aturan turunannya, tidak boleh menyimpang apalagi bertentangan.
Dalam kontrak, para pihak boleh mengatur apa saja kecuali yang dilarang oleh perundangan (causa civilis oligandi). Karena kontrak hanya boleh mengatur hal-hal dengan sebab yang halal (een geoorloofde oorzaak).