"Menurut saya, belum maksimal. Kehadiran anggota Panja minim, tak pernah lebih dari 10 orang," tutur Supriyadi dalam sebuah konferensi pers di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (26/11/2015).
Supriyadi menjelaskan, hingga kemarin, panja bersama pemerintah baru membahas 164 Daftar Inventarisis Masalah (DIM) untuk 54 Pasal.
"Baru satu bab dari enam bab di buku satu," kata dia. (Baca: DPR Diminta Tak Sembunyi-Sembunyi Bahas Rancangan KUHP)
Menurut Supriyadi, minimnya jumlah anggota panja yang hadir tak menjadi masalah asalkan anggota tersebut bisa merepresentasikan pandangan fraksi.
"Masalahnya, ada beberapa yang tidak datang, ke depannya dia menanyakan yang enggak konteks dengan diskusinya. Ini beberapa kali terjadi. Nah ini yang bikin lama," ujar Supriyadi.
Ia menambahkan, seharusnya 23 anggota panja revisi UU KUHP yang hadir berkomitmen agar undang-undang ini segera tuntas. (Baca:Hukuman Kebiri bagi Paedofil Disarankan Diatur dalam KUHP)
"Yang hadir delapan orang, tujuh orang. Kita melihatnya saja lemas," ungkapnya.
Selain minimnya jumlah anggota yang hadir dalam pembahasan, Supriyadi juga menyayangkan minimnya jumlah anggota berlatar belakang hukum di Komisi III. (Baca: DPR Diminta Tak Sembunyi-Sembunyi Bahas Rancangan KUHP)
"Minimal dia orang hukum di Komisi III. Kedua, dia mengerti hukum pidana. Yang lainnya kan bukan orang hukum. Sudah orang hukumnya sedikit, yg mengerti pidana sedikit, sidangnya jarang hadir juga," ujar Supriyadi.
Ia menambahkan, dalam pembahasan RKUHP juga masih diperlukan kehadiran pakar-pakar pidana. Supriyadi, yang juga mewakili Aliansi Nasional Reformasi KUHP menilai, pemerintah dan DPR harus memfasilitasi mereka agar hadir secara kontinu.
"Kita ingin memastikan, pemerintah maupun DPR secara konsisten memfasilitasi dan membantu akses kehadiran pakar-pakar pidana untuk hadir dalam pembahasan," kata dia.